Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Nan kuriak iyolah kundi
Nan merah iyolah sago
Nan baiak iyolah budi
Nan indah iyolah baso
Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang

Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri
Written by Darwin Bahar   
Monday, 17 January 2005
Article Index
Sumatra Barat yang Cantik dan Eksotik---Jadi Turis di Kampung Sendiri
Page 2
Page 3

Bagian (1)

Setiap saya berada di Bali saya ingat kampung halaman saya Sumatra Barat. Dan setiap saya berada di Sumatra Barat saya ingat Bali.
Betapa tidak, baik Sumatra Barat dan Bali dianugerahi Allah SWT dua hal yang hampir sama: panorama alam yang mempesona, penduduk yang relatif homogen dengan adat dan seni budaya yangpenuh eksotika. Namun selebihnya, seperti kita tahu, dari segi pengembangan pariwisata, Sumatra Barat masih tertinggal jauh dari Bali.

Tetapi tertinggal atau bukan, Sumatra Barat tetap sebuah daerah tujuan wisata (DTW) yang lebih dari pantas untuk dikunjungi pada liburan akhir tahun ini, baik oleh para perantau Minang yang sudah lama tidak pulang kampuang, lebih-lebih jika Anda bukan orang Minang dan belum pernah ke Sumatra Barat sebelumnya. Saya saja yang orang Minang dan dalam 3 tahun terakhir ini sering ke Sumatra Barat tidak bosan-bosannya melihat keindahan alam Sumatra Barat.  
Dua pekan lalu selama empat hari dari Kamis sampai Minggu  bersama isteri saya Kur dan dua anak gadis kami Meila (25 th) dan si bungsu Ira (23 th).
Saya mengambil cuti dan berkunjung ke Sumatra Barat. Sambil menyelam minum air, sambil mengunjungi beberapa keluarga dekat saya yang masih  di Padang Panjang, sekitar 20 km di Selatan Bukit Tinggi, saya mengunjungi berapa tempat yang sangat menarik dan eksotik.  Bagi Kur yang berasal dari Jawa Barat, ini adalah kunjungan yang kedua setelah kami menikah, yang pertama ketika kami baru punya anak dua dalam tahun 1973, dan bagi Meila dan Ira  ini adalah kunjungan yang pertama dan sudah lama mereka rindukan. Mungkin karena kunjungan saya ke Sumatra Barat kali ini bukan dalam rangka tugas sehingga tidak ada pikiran yang membani kepala dan bersama keluarga pula, perjalanan tersebut rasanya menyenangkan sekali. Sebenarnya empat hari kurang cukup, namun karena saya tidak bisa cuti lama-lama dan “gizi” kami terbatas, terpaksa dicukup-cukupkan, antara lain dengan menyusun jadwal perjalanan yang ketat, suatu hal yang sudah terbiasa saya lakukan jika melakukan kunjungan kerja ke daerah.
Berikut ini beberapa catatan singkat saya. Kami menggunakan Garuda GA 160 yang berangkat jam 6.30 pagi dari Soekarno-Hatta dan tiba di Bandara Tabing jam 7.40. Awalnya saya hanya minta bantuan Kantor Regional kami di Padang untuk booking hotel di Bukit Tinggi dan Padang serta  menjemput di Bandara Tabing dan mengantar Bukit Tinggi liwat Maninjau, karena saya khawatir saya tidak berhasil dapat mobil yang bagus atau harga yang sesuai kalau saya mencarinya di Bandara Tabing.  Tetapi, Alhamdulillah, pucuk dicinta ulam tiba, saya diberitahu bahwa kalau saya menginginkan, saya  dapat menggunakan mobil Kijang berikut Nofi, pengemudinya  sampai Sabtu.
Apalagi Nofi  sudah sering mengantar saya bertugas di Sumatra Barat, dan sudah tempat-tempat makan yang saya sukai. 
Bukit Tinggi dapat dicapai dari Padang melalui dua rute: rute Padang-Lubuk Alung-Pariaman-Lubukbasung-Maninjau: melewati kelok ampek puluh ampek dengan jarak ± 170 km, serta rute Padang-Lubuk Alung-Padang Panjang-Bukit Tinggi lewat Lembah Anai dengan jarak ± 90 km. Kondisi jalan di kedua rute tersebut, seperti halnya hampir semua jalan di Sumatra Barat cukup bagus dan terawat baik. 
Saya sempat menanyakan sewa taksi Bandara yang kondisinya umumnya sudah tidak prima itu ke Bukit Tinggi dari Tabing dan memperoleh harga Rp 135 rb lewat Padang Panjang dan Rp 185 rb kalau lewat Maninjau.
Rute Padang-Bukit Tinggi lewat Maninjau berpisah dengan rute Padang-Bukit Tinggi di Lubuk Alung, berbelok ke kiri meliwati Kota Pariaman dan Lubukbasung, ibukota Kab Agam. Sampai di sini tidak ada pemandangan yang luar biasa kecuali alam yang relatif asri. Suasana yang agak berbeda terasa setelah mobil memasuki jalan yang menyusuri Danau Maninjau. Namun suasana dan panorama yang fantastik---yang bahkan tidak akan Anda temui di Bali sekalipun---ialah ketika mobil mulai memasuki kelok ampek puluh ampek---jalan menanjak dengan 44 tikungan sepanjang 7 km. Kur seperti terpekik ketika mobil meliwati kelok pertama dan kedua, tetapi kemuadian terdiam dan terpana melihat hamparan Danau Maninjau di bawahnya. Di beberapa kelokan di atasnya beberapa kera hutan jinak bermain dengan anak-anaknya. Saya kemudian minta Nofi untuk mencari tempat berhenti untuk berfoto dengan latar belakang danau Maninjau. Sayang sekali di sana kera-kera jinak sudah tidak ada di sana , sehingga keinginan Ira untuk berfoto dengan hewan-hewan lucu---dan tidak “jahil” seperti di Bedugul, Bali tersebut tidak kesampaian.
Setelah itu kami nemeneruskan perjalanan menjanjak kelok demi kelok——setiap kelok diberi nomer yang jelas di jalan, masih  dengan hamparan danau Maninjau di latar bawahnya sampai ke kelok terakhir di kawasan yang disebut Puncak Lawang. Puncak Lawang dalam beberapa tahun terakhir ini digunakan sebagai sebagai tempai kegiatan olahraga paralayang. Kalau Anda
penggemar paralayang, Anda bisa membayangkan betapa fantastiknya melayang-layang dengan hamparan danau Maninjau di bawahnya. Di kawasan yang namanya Embun Pagi ada sebuah Resort berbintang tiga satu grup dengan Hotel Bumiminang Padang. Kami tidak berhenti di sana. Bukit Tinggi yang berjarak 25 km dari Dari Puncak Lawang dapat ditempuh lewat Padangluar yang terletak di jalan raya antara Padang Panjang dan Bukit Tinggi, atau lewat dassr Ngarai Sianok. kami memilih yang terakhir  Setibanya di Bukit Tinggi kami  langsung chek-in di Hotel Novotel yang bersebelahan dengan Istana Bung Hatta dan hanya sekitar 200 meter dari Jam Gadang, landmark Kota Bukit Tinggi yang terkenal itu, satu dari dua hotel berbintang empat di Bukit Tinggi. Yang satu
lagi  Hotel Pusako yang terletak di pinggir jalan ke Payakumbuh. Kami mengambil satu kamar de luxe karena kamar superior sudah terisi semua untuk dua malam dengan tarif permalam Rp 500 rb ditambah  Rp 175 rb untuk extra-bed termasuk breakfast. Inof menginap di hotel tempat dia biasa menginap kalau bertugas di Bukit Tinggi.    



Last Updated ( Monday, 17 January 2005 )
 
< Prev   Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 7 guests and 9 members online
Generated in 1.58108 Seconds