Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Adat babarih babalabeh
Baukua jo bajangko
Tungku nan tigo sajarangan
Patamo banamo alua jo patuik
Kaduo banamo anggo tanggo
Katigo banamo raso pareso
Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang

Melongok Museum Rumah Kelahiran Buya HAMKA
Written by Hendra Makmur (Media Indonesia)   
Tuesday, 14 December 2004

"KOTA Melaka tinggallah sayang/ Beta nak balik ke Pulau Perca/ Walau terpisah engkau sekarang/ Lambat laun kembali pula/ Walau luas watan terbentang/ Danau Maninjau terkenang jua/."

Demikian Buya HAMKA menggambarkan kecintaannya pada kampung kelahirannya di tepi Danau Maninjau. Puisi bercorak pantun itu ia masukkan di buku Kenang-Kenangan Hidup yang ditulisnya tahun 1940-an.

Kini, kenang-kenangan tentang ulama, penyair, sastrawan, dan filosof bernama lengkap Prof Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah --disingkat HAMKA-- itu, memang bisa ditemui di kampung halamannya: Nagari Sungai Batang Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat (Sumbar).

Untuk sampai ke nagari kecil di tepian danau vulkanis yang indah tersebut, dari Kota Padang bisa melalui Kota Pariaman, berjarak sekitar 140 km ke arah utara. Atau bisa juga melalui Bukittinggi, kira-kira 50 km di sebelah barat kota wisata itu. Dari Bukittinggi, sebelum sampai di Maninjau, Anda akan melalui jalan bertikungan tajam sebanyak 44 kali. Sembari menuruni jalur yang terkenal dengan Kelok Ampek Puluh Ampek (44) tersebut, Anda bisa menyaksikan keindahan Danau Maninjau dari ketinggian bukit yang seperti lukisan.

Rumah Buya tepatnya berada di Kampung Tanah Sirah, Sungai Batang, sebuah bangunan bercorak rumah adat Minangkabau berdiri di pinggir jalan menghadap ke barat, arah Danau Maninjau. Di rumah kayu berukuran 17 x 9 meter yang berdiri di areal sekitar 75 meter persegi itulah Buya HAMKA lahir pada 16 Februari 1908.

Ayahnya, Karim Amrullah adalah seorang ulama pembaharu Minangkabau dan juga Indonesia. Bersama Abdullah Ahmad dari Padang, Karim menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh doktor honoris causa dari Universitas Al-Azhar, Mesir, karena kepakarannya dalam ilmu fiqih.

Buya HAMKA melanjutkan kebesaran nama ayahnya. Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama tersebut, bukan saja menjadi ulama Indonesia, tapi juga dunia. Namanya begitu dihargai karena sulit mencari seorang ulama yang juga penyair, sastrawan, sekaligus ilmuwan seperti Buya.

Kini, ratusan buku karangan HAMKA, semenjak novel fiksi Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka'bah, sampai kepada buku filsafat seperti Tasauf Modern dan Falsafah Hidup bisa ditemui di museum rumah kelahiran Buya HAMKA tersebut. Dan, tentu saja karyanya yang amat fenomenal Tafsir Al-Azhar yang diselesaikan ketika Buya dipenjara tanpa alasan yang jelas oleh rezim Soekarno.

Sayangnya, museum itu tak bisa menggambarkan bagaimana kiprah dan perjuangan penyair angkatan pujangga baru itu. Keterangan puluhan foto HAMKA yang dipajang di dinding museum tersebut bahkan banyak yang tak akurat. Foto HAMKA bersama mantan Ketua MPR/DPR Amir Machmud misalnya, ditulis: HAMKA bersama Hamir Marmut. Padahal, dalam sejarah akurasi amatlah penting.

Selain foto bersama Bung Karno, Bung Hatta, dan sejumlah tokoh, di sana terdapat foto Buya semenjak kanak-kanak, remaja, sampai foto lautan manusia mengantar jenazah Buya HAMKA ketika wafat pada 1981. Selain foto juga ada jubah, sarung, dan toga ketika Buya HAMKA dikukuhkan menjadi doktor honoris causa di Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Al-Azhar, Mesir. Juga ada foto yang menggambarkan kedekatan HAMKA ketika masih remaja dengan Muhammad Natsir, mantan Perdana Menteri dan Ketua Partai Masyumi kelahiran Alahan Panjang, Solok, yang aslinya juga berasal dari Maninjau.

Di masa lalu, daerah selingkar danau itu memang menghasilkan banyak tokoh nasional. Selain Dr Karim Amrullah, HAMKA, dan Natsir, Maninjau juga melahirkan Rangkayo Rasuna Said, pejuang perempuan yang pidato-pidatonya amat ditakuti Belanda. Sehingga wajar jika Bupati Agam Aristo Munandar menjadikan daerah ini sebagai pusat wisata sejarah dan dakwah, untuk melengkapi wisata alamnya yang memang amat memukau. (Hendra Makmur/S-6)

 
http://www.media-indonesia.com/cetak/berita.asp?id=2004060100593422

Trackback(0)
Comments (0)

Write comment
You must be logged in to a comment. Please register if you do not have an account yet.

 
< Prev   Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 7 guests and 9 members online
Generated in 0.49141 Seconds