Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Nan babarih nan dipahek
Nan baukua nan di kabuang
Jalan luruih nan ditampuah
Labuah Pasa nan dituruik
Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang

Episode 22 - Silek Tuo
Cerber Makmur Hendrik : Giring Giring Perak

Dia masih merasakan sakit yang menyengat di rusuknya. Dan ariflah anak muda itu bahwa Pandeka itu punya ilmu simpanan yang bila pukulan dan tendangannya mengenai orang maka sakit yang ditimbulkannya seperti sengatan binatang berbisa. Barangkali hampir sama dengan Datuk sipasan tapi anak muda ini yakin ilmu Pandeka ini mungkin sepuluh kali lebih tinggi dari Datuk Sipasan.


Kalau Datuk Sipasan serangannya yang berba-haya hanya dua jari tangannya maka Pandeka Sangek seluruh kaki dan tangannya mengandung bisa yangmemautkan.
Karena itu dia harus hati-hati benar mengha-dapi lelaki ini. Pandeka Sangek tiba-tiba menyerang dengan sebuah pukulan ke hulu hati. Pukulan itu amat cepat, Si Giring-Giring Perak menangldsnya dengan telapak tangan. Kemudian membalas dengan tendangan kaki kiri. Pandeka itu mundur selangkah, tiba-tiba berputar dan mengirimkan tendangan belakang. Si Giring- Giring Perak menangkis serangan itu dengan menyilangkan kedua tangannya di bawah pusat.
Kemudian dengan cepat mengirimkan sebuah tendangan ke tubuh Pandeka Sangek yang tengah berputar untuk menghadapinya. Tendangan itu dielakkan oleh Pandeka dengan membuang langkah ke kanan. Dan serentak dia juga
mengirimkan sebuah pukulan ke hulu hati. Pukulan ini kembali ditangkis dengan telapak tangan oleh Si Giring-Giring Perak.

Kemudian dia menyerang pula dengan menghantam kepalan tangannya pada wajah Pandeka Sangek. Pukulan ini demikian kerasnya. Dan Pandeka itu tak menangkis dia malah melompat dua langkah ke belakang.

"Hmm... Silek Tuo..." Pandeka Sangek itu bergumam. Dan Datuk Sipasan Sendiri juga dapat mengenai silat yang dipergunakan oleh Si Giring-Giring Perak itu. Silek Tuo merupakan silat induk di Minangkabau. Tidak banyak membuat gerak langkah dan bunga silat, Dan tidak pula pernah membuka serangan.

Dalam Silat Tua Minangkabau dikenal prinsip: Tangkis Jurus satu, Serang jurus dua.

Jadi pada awalnya ilmu persilatan di Minangkabau ini mengajarkan pada anak Sasiannya (murid) untuk tidak memulai perkelahian.

Tangkis jurus satu mempunyai makna, bahwa tugas utama setiap anak sasian atau pesilat adalah meng-hindarkan perkelahian. Sedangkan Serang jurus dua mempunyai makna: Bila musuh datang setelah mengelakkan serangan baru boleh menyerang.

Dan ilmu ini memang diajarkan secara harfiah dalam Silek Tuo. Tidak pernah diberi pelajaran bagaimana caranya membuka serangan. Tetapi pelajaran selalu dimulai dari cara "menggelek". Yaitu menghindarkan perkelahian. Setelah serangan musuh ditangkis, barulah terbuka jurus untuk menyerang.

Itulah tadi yang dipergunakan oleh Si Giring-Giring Perak. Setiap serangan dia tangkis, kemudian balas menyerang. Dan serangannya adalah "satu balas satu".

Ini adalah Silek Tuo asli. Yang membalas serangan musuh tak lebih dari jumlah serangan yang dilakukan la wan.
Dan ilmu silat ini oleh anak Sasian yang turun dari Pagaruyung di mana ilmu itu berasal disebar luaskan. Umumnya Silat Tuo dianggap sebagai "lemah". Karena kurang berfariasi. Makanya di seluruh Minangkabau silat Tuo itu dikembangkan menurut langgam masing-masing daerah.

Adapun Silat Toboh di Pariaman, Pangian di Tanah Datar dan Starlak di Sawahluntp, adalah juga berasal dari selek Tuo. Tetapi telah dikem­bangkan dan dirobah di sana sini. Ilmu itulah yang kini dipakai oleh Pandeka Sangek. Silek Tuo dianggap lemah karena tidak boleh memulai serangan, dalam perkalahian orang diwajibkan menanti orang lain menyerang.
Dan kini- kedua mereka kembali saling pan-dang. Rasa sakit masih tetap menyengat rusuk Si Giring-Giring Perak. Anak muda ini sadar, kalau saja dia tidak mempunyai tenaga bathin yang tinggi, dia yakin dirinya sudah sejak mula pertama kena tendangan tadi sudah mati. Atau paling kurang semua tulang rusuknya kupak.

Pandeka Sangek mengangkat kedua tangan setinggi dada. Sementara matanya menatap mata Si Giring-Giring Perak. Dia mulai membuka bunga silat dalam jurus Silat Pangian. Dalam tiga langkah dia kini kembali berada di dekat anak muda itu. Tanpa membuang waktu dia kembali menyerang dengan dua pukulan beruntun ke kepala dan ke dada. Dan seperti tanpa jarak waktu dua tendang-annya menggebu ke selangkang. Keempat serangan ini dengan roudah sambil mundur selangkah ber-hasil dielakkan oleh si Giring-Giring Perak. Nanum kali ini dia tak diberi kesempatan untuk membalas oleh Pandeka Sangek. "

Empat tendangan berputar dan beruntun lagi, Dan anak muda itu dibuat sibuk tanpa dapat membalas serangan. Ketika enam belas jurus berla-Iu dengan cepat, tiba-tiba Pandeka Sangek mem-bentak dia menepuk dada, dia menyerang dengan menggelinding di tanah. Inilah serangan dan aliran Buayo lalok dari Pesisir Selatan. Sambil menggelinding, kakinya menyerang dengan ten-dangan-tendangan dan kibasan-kibasan yang me-matikan.

Ada dua jalan yang bisa ditempuh Si Giring-Giring Perak untuk menghindar dari serangan berbahaya ini. Pertama melambung tinggi, kedua meloncat menjauhi serangan itu. Bila melambung ke atas, bahaya masih tetap mengancam. Yaitu bila turunnya dekat dari si penyerang, maka si penyerang bisa merobah serangan tiba-tiba dengan berdiri dan mengirimkan tendangan pukiilan kepada lawan yang belum siap itu. Sementara cara kedua lebih aman.

Maka cara kedua inilah yang ditempuh oleh si Giring-Giring Perak.
Dia berjumpalitan di udara, melambung ke belakang sekitar empat depa. Namun di sinilah kesalahannya. Dia melakukan kesalahan karena usia yang masih muda dan peng-alaman yang kurang di dunia persilatan. Dan lawan-nya" seorang yang tangguh. Datuk Sipasan sendiri yang menatap perkelahian itu dengan mata tak berkedip, merasa lega tatkala anak muda itu melambung ke belakang. Memang itu cara yang aman, pikirnya.
Tapi dia dan juga si Giring-Giring Perak dibuat terkejut, dan harus mengakui nama besar "Harimau Tambun Tulang" tatkala muridnya ini dalam ke-adaan masih menggelinding tubuhnya tiba-tiba melanting seperti bola yang ditendang memburu tubuh si Gorong-Gorong Perak yang tengah ber­jumpalitan di udara itu.
Begitu kaki si Giring-Giring Perak mencecah tanah, dia mendengar angin berkuak amat kuat di belakangnya. Dia yakin tak sempat lagi meng-elak, makanya dia hanya rnenghantam tangan ke belakang menyambut serangan  yang  datang itu.
Tapi yang datang bukannya sembarang serangan.

Yang datang justru tubuh Pandeka Sangek yang ikut melambung. Dan kini, kaki kanannya dengan sisi telapak kaki menghujam ke bawah melaju menerpa tengkuk anak muda itu.

"Celaka....!!" Datuk Sipasan terlompat dan berseru kaget melihat peristiwa itu. Memang tak lain dari pada celaka, yang diterima anak muda itu. Hanya saja dia masih untung. Pukiilan tangannya ke belakang tadi, menyebabkan arah kaki Pandeka Sangek agak berobah. Tidak lagi menghantam tengkuk, tetapi agak ke bawah. Tiba pada bahu kanannya. Meski demikian, terdengar suara ber-derak. Tubuh anak muda itu terlambung sampai enam depa. Dan tangan kanannya yang tiba-tiba terkulai lumpuh. Dari mulutnya menyembur darah segar!

Siti Nilam memekik dan menghambur. Namun Datuk Sipasan menahan gadis itu.
Tendangan itu amat membahayakan nyawa anak muda itu. Isi dadanya terguncang. Dan dia mengalami luka dalam yang cukup berbahaya.

"Silat-Harimau...!!" Hampir bersamaan si Giring-Giring Perak dan Datuk Sipasan bergumam perlahan. Pandeka Sangek sendiri merasa kaget tatkala serangannya yang mematikan itu ternyata hanya mampu mengenai bahu anak muda ter-sebut. Sementara kaki kanannya yang dihantam oleh pukulan membelakang oleh anak muda itu tadi terasa kesemutan dan linu.

Itulah kenapa kini dia tetap saja tertegak. Tak mampu melan-jutkan serangan. Dia coba melangkah. Tapi kaki-nya terasa lumpuh. Pukulan itu ternyata berisi tenaga dalam yang lumayan. Kalau saja anak muda itu tadi memukulnya dalam posisi yang betul dan konsentrasi penuh, maka dia yakin dirinya akan celaka.

Dia menatap anak muda itu. Si Giring-Giring untuk kedua kalinya memuntahkan darah segar dari mulutnya. Dia tak berniat untuk menggerak-kan tangan kanannya. Karena dia tahu betul tulang belikatnya pecah dan terlepas kena ten-dangan yang telak itu. Satu-satunya jalan, yang bisa dia tempuh ialah menghimpun tenaga bathinnya. Menyalurkan ke tempat yang terluka. Dia tak bisa mengobati tulang belikatnya yang pecah dan lepas. Karena dia harus mendahulukan mengobati isi dadanya yang terluka.

 

Trackback(0)
Comments (1)

maizul elfi, SE said:

begitu harusnya orang minang. jangan mencari musuh, tapi kalau ketemu musuh tak boleh lari...
orang minang itu tak boleh cari gara2 dalam urusan apapun, orang minang itu harus menyelesaikan masalah, bukan mencari masalah.
hidup minang...
 
report abuse
vote down
vote up
March 12, 2009 | url
Votes: +1

Write comment
You must be logged in to a comment. Please register if you do not have an account yet.

 
< Prev   Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 18 guests online
Powered By PageCache
Generated in 0.89654 Seconds