Page 1 of 14 Pakan Baru Taratak Buluah, Labuhan kapa dari Siak. Jawek pakirin dagang jauah, Sayang bacampua jo taragak. Artinya : Pekan Baru Teratak Buluah, Pelabuhan kapal dari Siak. Ambil perkirim dagang jauh, Sayang bercampur dengan teragak.
Tafsir sampiran: Pakan Baru Taratak Buluah, Labuhan kappa dari Siak. Menggambar beberapa tempat terkenal di Riau daratan, yaitu Pekan Baru, Teratak Buluh dan Siak, dimana Pekan Baru itu sebagai kota pelabuhan. Dizaman dulu Pekan Baru itu tidak terlalu terkenal di Riau, banyak kota lain yang lebih terkenal dan lebih besar. Tapi sekarang ini Pekan Baru itu sudah menjadi kota besar. Tafsir isi pantun: Jawek pakirin dagang jauah, saying bacampua jo taragak. Adalah semacam ratapan orang rantau, yang teringat kepada kampung halamannya, kepada sanak familinya, terutama kepada orang yang sangat disayanginya yang berada dikampung. Maka untuk sekedar mengobat kerinduannya itu dia mengirimkan sesuatu pulang kekampung, mungkin berupa wesel post atau post paket, disertai dengan iringan kata-kata pantun tersebut diatas. Jawek pakirin, maksudnya terimalah kiriman ini, tanda hubungan silaturrahim yang masih kuat, tanda dia selalu teringat kekampung, diiringai harapan sewaktu menerima kiriman tersebut, hendaknya orang yang menerima akan teringat pula kepada sipengirim, yang sedang bekerja keras dirantau orang mrncari uang untuk dibawa pulang nanti. Dagang jauah, menandakan bahwa orang yang merantau itu masih lajang belum kawin atau mungkin sudah berkeluarga akan tetapi kelurganya ditinggal dikampung , sehingga dia merantau sebagai orang dagang/lajang. Dan tempat dia merantau itu adalah jauh sekali dari kampungnya, tidak hanya ke Jambi, Pekan Baru atau ke Medan, tapi sudah jauh ke Jawa, Sulawesi , Ambon, atau bahkan ke Malaysia. Sehingga tidak akan mudah baginya pulang kampung sebelum banyak duitnya. Sementara : “sayang bacampua jo taragak” menyatakan bagaimana dia tetap mencintai/menyayangi keluarga yang ditinggal, terutama ibu bapak serta anak dan isterinya. Sayang tersebut selalu bercampur aduk dengan taragak (kangen), yang kadang-kadang sulit dihadapi. Maka untuk menyatakan saying dan melepas kerinduannya itulah maka dia berkirim sesuatu pulang kampung. Dengan itu hatinya akan sedikit terobati, kerinduannya sedikit terlepaskan.dan dia dapat membayangkan bagaimana reaksi dari sanak familinya yang menerima kiriman tersebut. Singkarak kotonyo tinggi, Sumanik mandado dulang. Awan bararak den tangisi, Badan jauah dirantau urang. Artinya : Singkarak kotanya tinggi, Sumanik mendado dulang. Awan ber-arak saya tangisi, Badan jauh dinegeri orang. Tafsir sampiran : Singkarak kotonyo tinggi,Sumani mandado dulang. Singkarak adalah sebuah kota kecil dipinggir Danau Singkarak, terletak diujung danau yang arah ke kota Solok dengan pemandangan yang sangat indah. Kota kecil ini biasa digunakan sebagai tempat rekreasi terutama pada hari-hari libur, dengan perahu, sampan, speed boat dan sebagainya. Kadang-kadang ada juga berbagai atraksi kesenian Minang. Singkarak ini memang terletak didataran tinggi Bukit Barisan pulau Sumatera , itu makanya disebut dengan Singkarak kotonyo tinggi. Sumani adalah sebuah desa yang akan kita jumpai sebelum sampai ke Singkarak kalau datang dari arah kota Solok. Dado artinya dada, jadi ibaratnya Sumanit ini adalah dadanya Singkarak, sementara dulang adalah tempat makanan untuk penanti tamu. Dengan demikian maka desa Sumani itu ibaratnya seperti penyambut tamu yang akan datang menunjungi Singkarak. Tafsir isi pantun: Awan berarak den tangisi, badan jauhya dirantau urang. Isi dari pantun ini mendendangkan ratap tangis seorang perantau yang jauh dari kampung halaman. Biasanya yang menyanyikan pantun ini tidak terlalu berhasil dirantau orang, sehingga sulit baginya untuk pulang kampung. Hidupnya mungkin pas-pasan saja , sementara untuk pulang memerlukan biaya banyak, tidak saja untuk ongkos, tetapi juag untuk oleh-oleh yang akan dibawa pulang. Maka pada suatu sore yang cerah dan lagi tidak ada pekerjaan maka dia duduk merenung didepan rumahnya memandang kelompok-kelompok awan putih yang ber-iring-iringan diangkasa lepas, indah sekali kelihatannya. Dia menikmati pemandangan alam yang menakjubkan itu sambil membayangkan kampung halamannya beserta dengan semua orang yang disayanginya , Semuanya terbayang dipelupuk matanya, rumah bagonjong, ibunya yang mungkin sedang menumbuk padi, hamparan sawah yang sedang menguning, pancoran bambu tempat mandi, ayahnya yang mungkin saat itu sedang shalat Asyar disurau dekat rumahnya, dan sebagainya. Kalau yang sudah punya tunangan atau kekasih, atau kalau yang sudah berkeluarga tentu lain lagio yang dibayangkannya. Pokoknya semua itu merupakan pemandangan indah, yang dia nikmati, walaupun hanya dalam angan-angan , akan tetapi cukuplah sekadar melepaskan kerinduannya kepada kampung halaman, sehingga tampa terasa air matanya akan keluar dan jatuh berderai-derai. Apakah masih ada perantau Minang yang melakukan itu sekarang ini, wallahu alam bissawab, tergantung apakah ada yang masih dapat menghayati pantun tersebut atau tidak. Rang Lubuak Aluang ka Pasa Usang, Mambao ragi tapai jo lamang. Manangih badan dirantau urang Iyo taragak badan nak pulang. Artinya: Orang Lubuk Alung ke Pasar Usang, Membawa ragi, tapai dan lemang. Menangis badan dirantau orang, Sangat teragak badan hendak pulang. Tafsir sampiran: Rang Lubuak Aluang ka Pasa Usang, mambao ragi tapai jo lamang. Lubuk Alung adalah sebuah kota antara Padang dan Bukittinggi, 36 Km dari Padang. Sebelum memasuki Lubuk Alung, ada sebuah desa yang bernama Pasa Usang. Dinamakan pasar usang , mungkin keberadaan pasar didesa ini lebih dahulu dari pada pasar di Lubuk Alung. Ragi adalah bahan untuk pembuat tapai, sedangkan tapai adalah teman untuk makanan lemang. Ada tapai ubi (singkong) dan ada pula tapai pulut (pulut hitam dan pulut merah). Kombinasi makanan lemang dengan tapai pulut hitam, adalah makanan khas Minangkabau yang biasa dihidangkan pada waktu jamuan-jamuan makan, sehingga ada sebuah lagu Minang moderen yang pernah sangat pupoler ditanah air, dengan judul “Lamang Tapai”. Dalam sampiran pantun ini dikatakan bahwa ada seorang pedagang (biasanya ibu-ibu) yang pergi ke Pasar Usang membawa barang dagangannya yang terdiri dari ragi serta lamang dan tapai. Tafsir isi pantun: Manangih badan dirantau urang, taragak badan nak pulang. Isi dari pantun ini hampir sama dengan pantun yang barusan kita bicarakan sebelum ini. Bedanya adalah bahwa dalam pantun ini diceritakan seorang yang merantau dan sudah tak tahan lagi menahan kerinduannya untuk pulang kampung. Karena sudah sangat kangen dengan kampung halamannya (taragak badan nak pulang), sedangkan dia belum mampu untuk pulang, karena keadaan ekonominya belum mengizinkan, maka satu-satunya yang dapat dia kerjakan adalah menangis. Kalau kita perhatikan pantun-pantun Minang yang menyangkut dengan merantau, memang didominasi oleh cerita-cerita sedih yang memilukan hati, walaupun sebenarnya kebanyakan dari orang Minang itu sukses diperantauan. Pantun-pantun sedih diperantauan itu ternyata tidak menyurutkan niat orang Minang untuk merantau, mereka tetap saja pergi merantau, untuk mendapat kehidupan yang lebih baik Sebab kenyataannya, cerita sedih itu biasanya hanya ditemukan pada saat-saat permulaan, yang dihadapi dengan tabah, tekun tampa putus asa, sampai pada suatu saat mereka jadi berhasil dan pulang kampung sebagai orang yang berhasil. Jadi pada umumnya yang diceritakan oleh pantun diatas hanyalah sementara saja, selagi mereka belum menemukan kehidupan yang lebih baik. Dengan semangat “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian” mereka selalu mencari akal untuk berhasil. Dan kalau satu masa dia sudah berhasil kelak, mereka tidak akan menangis lagi kalau ingin pulang kampung. Kalau rindu kampung halaman mereka tinggal beli tiket,lalu pulang agak beberapa hari untuk melepas rindu. Tanjuang Alam di Ampek Angkek, Dari Gaduik pai ka Kurai. Lamo hiduik banyak dirasai.
Artinya : Tanjung Alam di Ampat Angkat, Dari Gadut pergi ke Kurai. Jauh berjalan banyak dilihat, Lama hidup banyak dirasa. Tafsir sampiran : Tanjuang Alam di Ampek Angkek, dari Gaduik pai ka Kurai. Ada beberapa desa yang bernama Tanjuang Alam di Sumatera Barat. Yang dimaksud disini adalah Tanjung Alam yang didekat Bukittinggi , dipinggir jalan arah ke Payakumbuh, yang terletak sebelum desa Biaro. Wilayah sekitar itu memang dinamakan Ampek Angkek, yang bersebelahan dengan Candung. Daerah ini dikaki Gunung Merapi, terkenal sebagai penghasil beras yang paling enak di Sumatera Barat. Lebih enak dari pada beras Solok, namun tidak ada lagu spesial untuk beras Ampek. Sayang sekali beras-beras yang rasanya enak itu sudah semakin sulit didapatkan, karena sudah kena polusi modernisasi dama pembangunan pertanian. Desa yang namanya Gadutpun banyak terdapat di Sumatera Barat. Akan tetapi Gadut yang dimaksud dalam pantun ini adalah desa Gadut yang terletak dekat Bukittinggi (diluar kota) dipinggir jalan arah ke Tilatang Kamang. Sedangkan yang dimaksud dengan Kurai adalah daerah kota Bukittinggi dan sekitarnya. Tafsir isi pantun : -Jauah bajalan banyak dilihat,lama hidup banyak dirasai. Ada dua aspek kehidupan yang penting yang dipesankan oleh pantun ini, pertama mengenai jauh berjalan, kedua mengenai lama hidup. Kedua hal itu adalah merupakan pengalaman yang amat berharga dan pengalaman atau pelajaran yang didapat dari padanya hendaklah dimanfaatkan semaksimal mungkin. Jauh berjalan bias disebebkan karena banyak merantau, mengadakan kunjungan khusus, berwisata, atau yang sering dipergunakan anggota DPR sekarang adalah =studi banding=. Dengan kunjungan tersebut maka akan banyak yang dilihat, sedangkan apa yang dilihat itu tidak cukup hanya dinikmati pada waktu itu saja, akan tetapi perlu dipelajari dan dicontoh dinegeri kita. Dengan banyak berjalan atau berkunjung maka semakin banyak =alam takambang= yang dilihat, maka berarti banyak pula =guru= yang telah mengajari kita. Berarti banyak pula hal-hal baru yang akan dicontoh, demi untuk pembangunan bangsa ini. Petuah dari pantun ini perlu disosialisasikan dikalangan pengambil kebijakan dinegara ini. Sebab dampak dari pada =banyak bajalan= yang selama ini telah dilakukan, belum terasa dinegeri ini. Sebagai contoh=dalam bidang pertanian= sudah banyak dan sering orang mengunjungi Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Eropa, Amerika dan sebagainya, namun peranan petani kita, khususnya dalam hal pembentukan harga, pengolahan dan pemasaran, malah semakin terpuruk, dibandingkan dengan zaman Belanda dulu. Tentu banyak contoh lainnya lagi dalam bidang yang lain. Faktor kedua yang disebut dalam pantun ini adalah mengenai =lama hidup=, yang kalau mau dibahas mengenai ini akan panjang sekali. Pokoknya lama hidup itu banyak pengalaman. Dan semua pengalaman itu adalah pelajaran yang paling berguna, yang jangan dibiarkan saja, harus dipedomani. Pengalaman jelek jangan diulangi lagi, jangan sampai =dua kali kehilangan tongkat=. Pengalaman yang baik terus disempurnakan agar lebih baik lagi. Makin lama hidup, makin banyak menyaksikan =alam takambang= jadi makin banyak dapat pelajaran. |