Laporan Wartawan Kompas Yurnaldi
PADANG, KOMPAS - Tujuh generasi pelukis di Sumatera Barat berpameran di Galeri Universitas Negeri Padang. Unik dan menariknya, mereka menampilkan lukisan dengan satu tema, yakni Ngarai Sianok; Differenza in Dentro Uno Passa (Perbedaan dalam satu langkah). Pameran yang mengokohkan daerah ini sebagai yang pertama mengenalkan cara pandang senirupa modern 150 tahun lalu, mendapat respon luar biasa, padat pengunjung.
Kurator Ady Rosa mengatakan, Ngarai Sianok di Bukittingi, Sumatera Barat memberi inspirasi para pelukis dunia dan juga pelukis nusantara. Karena itu, tema pameran Ngarai Sianok, yang dilukis dari berbagai sudut pandang, oleh tujuh generasi pelukis Sumbar, di mana Wakidi (1890-1979) sebagai pelukis generasi pertama.
Pengunjung menyaksikan pameran lukisan bertema Ngarai Sianok di Universitas Negeri Padang, Minggu (23/7). "Corak naturalistik di Sumatera Barat berlangsung sejak pertengahan abad ke-19. Ketika Raden Saleh mangkat, terjadi kevakuman aktivitas seni lukis di Hindia Belanda, baru muncul kembali menjelang akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20. Wakidi adalah satu dari tiga tokoh yang menggerakkan corak naturalistik di Indonesia. Dua tokoh lainnya adalah Abdullah Suryosubroto dan Mas Pirngadi," ujarnya.
Karena pendidikan seni rupa diperkenalkan sejak 150 tahun lalu di Sumbar--bermula dari Kweek School tahun 1856 di Bukittinggi, banyak pelukis-pelukis terkemuka sekarang berasal dari Sumbar. Pelukis terkemuka di Jogjakarta dan Bandung, misalnya, sebagian besar berasal dari Sumatera Barat.
Dari 100 pelukis yang berpameran, karya Wakidi, Ngarai Terakhir (1979) mendapat perhatian luas. Karya tersebut masih belum tuntas, karena ajal menjemputnya. Karya putranya, Idran Wakidi, dengan judul lukisan Kehidupan di Tabiang Takuruang, juga menarik perhatian, karena sapuan kuas dan pola pewarnaan hampir sama dengan ayahnya, Wakidi. Lalu, Ngarai Sianok di Waktu Pagi, karya Yose Rizal juga membuat pengunjung berlama-lama menikmatinya.
Lain lagi dengan karya Zirwen Hazry, berjudul To Know by Sight, menarik tidak saja karena karya-karya masuk 10 terbaik ajang kompetisi senirupa bergengsi di Indonesia, tetapi ia menggugah banyak orang, bagaimana keindahan alam Ngarai Sianok menjadi subyek gambar produk industri baju kaos.
Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi, terkagum bangga mencermati hampir seluruh lukisan. "Satu obyek bisa dielaborasi seniman dengan berbagai corak dan sudut pandang. Inilah pameran besar, yang membuktikan keberadaan seniman dan seni rupa Sumbar sejak 150 tahun lalu sampai sekarang," ujarnya.
Ia minta agar seniman bisa bekerja sama dengan pihak industri untuk menghasilkan sesuatu yang sangat bernilai bagi kemajuan industri dan pariwisata. Jadi, seni tak lagi untuk seni, tapi seni juga bisa untuk industri.
Gamawan juga mengritik pelajaran kesenian yang dewasa ini di Indonesia agak terpinggirkan. "Orang lebih mengagung-agungkan kecerdasan intelektual dan menyepelekan kecerdasan bidang seni. Padahal dalam hidup ini butuh keseimbangan," tambahnya.
Pameran berlangsung sampai tanggal 29 Juli mendatang dan kemudian bulan Agustus pemeran yang sama akan digelar di Kota Bukittinggi dan akan dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bersamaan dengan Peresmian Perpustakaan Bung Hatta.
sumber : http://www.kompas.com/
Trackback(0)
|