Tigapuluh tahun, bagi sebuah grup teater, bukan usia yang pendek. Bumi Teater Padang yang resmi berdiri 10 November 1976, pada 14 - 16 Juli ini kembali tampil di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, mementaskan Wayang Padang, karya/sutradara Wisran Hadi.
"Pementasan kali ini setidaknya memperlihatkan, bahwa keberlansungan hidup sebuah grup teater dapat terjaga bila pengasuhnya kukuh terhadap sikap dan komitmennya pada kesenian khususnya, maupun kebudayaan umumnya," ujar Wisran Hadi, pengasuh/pimpinan Bumi Teater Padang. Setelah absen selama tujuh tahun, Bumi Teater, yang dipimpin sastrawan Wisran Hadi, menggelar pertunjukan teater berjudul Wayang Padang di Taman Budaya Padang dan di aula Universitas Andalas, Padang, Wayang Padang juga akan dipentaskan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 14-16 Juli mendatang. Wisran juga menyebutkan bagaimana kelanggengan kehidupan grup Teater Mandiri Putu Wijaya, Bengkel Teater Rendra, dll. Wayang Padang berkisah tentang para dalang dan wayang. "Semakin banyak orang jadi dalang dan didalangi. Sulit dibedakan kini, mana dalang, mana yang didalangi. Wayang berlagak seperti dalang, dalang sudah semakin menjadi dalang," tulis Wisran dalam sinopsisnya. Kata dalang yang disajikan Wisran setidaknya mengusung makna dalam dua sisi ber-beda. Pertama, dalang sebagaimana makna aslinya dalam bahasa Indonesia. Kedua, dalang dalam bahasa Minang yang maknanya lebih dekat kepada kegilaan, kesenewenan, kekurangwarasan. Terlihat misalnya dalam dialog, "... yang jadi dalang itu mestinya satu... Kalau banyak yang dalang beginilah jadinya." Drama yang disutradarai Wisran itu mengangkat cerita tentang semakin banyak orang yang menjadi dalang dan didalangi. Kisahnya tentang penghulu yang menjadi dalang. Dia terpaksa menjual tanah pusaka, sawah, air, dan pasir karena beban utang yang semakin tidak terpikul Wisran memang dikenal sebagai sastrawan/dramawan yang selalu menghadirkan nafas tradisi (Minangkabau) dalam karya-karyanya. Wayang Padang mengusung 26 orang pemeran/pemusik, antara lain Raudha Thaib, Elida Rinto, Nina Rianti Alda, Ade Lukas, Suhendri, Suhardiman Jipit, S Metron, Tamsil Rosha, dan Rinto Algamar. Wisran sendiri sejak 1972 telah menulis lebih dari 60 naskah drama. Sebanyak 14 di antaranya memenangkan Lomba Penulisan Naskah Sandiwara yang diadakan Dewan Kesenian Jakarta tahun 1975 hingga 1985, 1998 dan 2003. Penerbitan buku Empat Sandiwara Orang Melayu membawa Wisran menerima penghargaan SEA Write Award tahun 2000. Budi Putra FEBRIANTI Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/budaya/2006/07/04/brk,20060704-79734,id.html
Trackback(0)
|