Melihat hal di atas maka dari itu diperlukan adanya usaha pelestarian dan pengembangan sehingga diharapkan musik tradisional itu tidak hilang dimakan masa dan tetap dapat hidup di era globalisasi sekarang ini. Akan tetapi walaupun ada kekhawatiran terhadap kondisi demikian, sesungguhnya secara politis, Minangkabau masih lebih baik dalam masalah usaha pewarisan seni budaya, karena di daerahtersebut terdapat beberapa
sekolah yang bergerak dalam pendidikan kesenian, seperti Sekolah Karawitan Indonesia
Padang, Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Padang dan Sekolah Tinggi Seni
Indonesia Padang Panjang.
Lembaga ini mempunyai program dalam usaha pewarisan, pelestarian dan pengembangan seni Minangkabau. Tetapi dalam tulisan ini penulis juga berusaha untuk memperkenalkan musik tradisional Minangkabau kepada pembaca dalam usaha pengembangan musik tradisional Minangkabau sebagai salah satu kekayaanbudaya nusantara.
Pengembangan musik tradisional yang cenderung mengarah kepada penyesuaian keperluan apresiasi masyarakat masa kini yang dinamis dan perilaku yang serba cepat, maka pertimbangan pengembangan musik tradisional mengarah pula kepada penempatan dinamika musikal sebagai dasar disain dramatik penggarapan musik itu sendiri. Pengembangan seperti di atas telah banyak dilakukan oleh para seniman Minangkabau,
yang mana para komponis-komponis itu menggarap konsep pengembangan musik
tradisional yang disesuaikan dengan keperluan seni pertunjukan.
Adanya pengembangan berarti dinamika sebuah garapan musik yang berdasarkan
kepada pengembangan musik tradisional telah membuka peluang terhadap beberapa jenis
musik tradisional yang mempunyai pola melodi ataupun ritme dinamis yang mendapat
tempat mengisi bahagian-bahagian dalam komposisi musik baru.
Pengembangan tersebut bertujuan menempatkan musik tradisional yang mewakili
masa lalu sehingga dapat hadir dalam
kancah apresiasi masyarakat sekarang ini. Memang
menghadapi tantangan yang sangat sensitif bila suaut pengembangan yang dilakukan
terhadap musik tradisional mengakibatkan kemunduran dari nilai-nilai yang telah ada
sebelumnya. Menurut Edi Sedyawati (1990) dalam bukunya “Local Genius Dalam Seni”,
mengemukakan bahwa pengembangan musik tradisional Indonesia cenderung mempunyai konotasi kuantitatif daripada kualitatif, yaitu membesarkan volume penyajian, meluaskan wilayah penyajiannya dengan berpegang kepada mencari kemungkinan untuk mengolah dan memperbaharui wajah sebagai usaha pencapaian kualitatif (1981:50).
Jadi secara ideal yang patut dijaga dalam suatu usaha pengembangan musik tradisional terutama adalah prinsip-prinsip dasar dari suatu musik yang amat dibanggakan
oleh masyarakat pendukungnya, sehingga masyarakat pendukungnya itu tetap merasa
memiliki hasil pengembangan musik tersebut. Namun demikian perlu dibatasi persoalan
pengembangan musik tradisional ke ‘bentuk baru’ (kreatif) yang mendasari penggarapan
musiknya kepada kebebasan berekspresi melalui eksperimental. Dan diharapkan hasil
eksperimen itu bisa dan dapat mewakili sekelompok orang di zamannya.
PENGEMBANGAN DALAM KREATIVITAS KOMPOSISI MUSIK KREASI (MUSIK BARU) Pengembangan musik tradisional dapat dibagi kedalam beberapa bentuk yang masing-masingnya mempunyai ciri tersendiri dan mempunyai masyarakat pemerhati/penikmat tertentu. Kreativitas itu dilakukan oleh pihak seniman atau komponis
yang non akademik dan juga kalangan akademik itu sendiri.
Pengembangan yang paling mudah kita jumpai yaitu dalam bentuk pengembangan
musik tradisional ke arah musik ‘pop daerah’ (popular) biasanya mengarah ke bentuk
komersial, seperti yang terjadi pada lagu-lagu pop daerah yang rata-rata hampir setiap
etnik di nusantara melakukannya. Kecenderungan yang terjadi dan yang menonjol dari
hasil pengembangan itu adalah orientasi ke bentuk komposisi musik pop Indonesia yang
mana melibatkan elemen-elemen musik barat.
Bentuk pengembangan seperti ini sudah cukup lama terjadi dan cukup banyak
pula penggemarnya. Apresiasi terhadap musik barat cukup mengakar khususnya di
Sumatera Barat dan umumnya di Indonesia, karena disebabkan mulai dari bangku
sekolah Taman Kanak-kanak sampai dengan Sekolah Menengah Umum (TK Kuntum
Mekar/SMUN II Bukit Tinggi) pada umumnya apresiasi musik barat telah diikuti oleh
murid-murid dalam mata pelajaran kesenian, maupun ekstra kurikuler. Kemudian faktor
lainnya lagi yaitu media elektronik seperti TV, Radio, dan lain lain senantiasa
memperdengarkan musik-musik pop yang pada dasarnya mengacu pada bentuk
komposisi musik barat.
Jadi wajar jika lagu-lagu pop daerah yang juga memakai elemen musik barat mudah dimengerti dan dinikmati. Yang masuk kategori lagu daerah di nusantara ini adalah antara lain :
- Ayam Den Lapeh (Minangkabau)
- Butet (Batak)
- Lancang Kuning (Melayu Riau)
- Jali-Jali (Betawi)
- Bubuy Bulan (Sunda)
- Rek Ayo Rek (Jawa Timur)
- Hela Rotane (Maluku)
- Jaje Nak Ee (Bali)
- Yamko Rambe Yamko (Papua)
Melalui kreativitas seniman, lagu-lagu daerah seperti di atas telah memakai iringan dengan alat musik yang pada umumnya pula berasal dari alat musik barat sehingga lagu-lagu daerah tersebut digolongkan kepada lagu pop daerah. Kalau dilihat lebih jauh instrumen musik sebagai pengiring lagu di atas sesuai pula dengan keperluan dan selera masyarakat di daerah seperti kecenderungan akhir-akhir ini mempergunakan Keyboard (organ) yang mempunyai kemampuan melahirkan berbagai macam bunyi bagaikan sebuah group band lengkap.
Di Minangkabau perkembangan musik pop daerah dewasa ini sudah sangat jauh memasuki dunia musik pop yang berkembang secara umum di Indonesia, bahkan dengan cepat telah memanfaatkan ciri-ciri trend musik dunia. Misalnya di Minangkabau bisa kita lihat musik pop daerahnya yang cukup populer masa kini seperti lagu Kutang Barendo yang berasal dari seni vokal tradisional
dendang Minangkabau dengan iringan Saluang (end blown flute) dengan teknik sirkulasi tiupan. Bahkan tidak kalah lagi diantara lagu-lagu pop daerah yang berangkat dari musik dan lagu tradisi itu telah dikembangkan lagi dengan memasukkan unsur-unsur ‘rap’ kedalam komposisi musiknya. Memang mau tidak mau harus diakui bahwa lagu-lagu dengan memuat musik seperti di atas cukup laris terjual di Minangkabau Sumatera Barat dan sekitarnya.
Pengembangan musik tradisional ke arah musik kreasi baru cenderung dilakukan oleh seniman-seniman kreatif yang berlatar belakang pendidikan formal dan non formal.
Umumnya pengembangan berangkat dari musik tradisi salah satu etnik atau beberapa
etnik yang digarap berdasarkan konsep pribadi si seniman setelah memahami konsep-
konsep berbagai musik yang dilibatkannya kedalam komposisi musiknya.
Pengembangan musik tradisi semacam ini memberi kebebasan kepada si pencipta berkreasi dan tidak merasa dibebani oleh etika tradisional. Kebebasan itu memang dimanfaatkan oleh para seniman memperkenalkan lingkungannya, dan menyatakan diri sebagai seniman yang mewakili zamannya. Dalam cakrawala kreatifitas musik dengan kebebasan seperti di atas diperlukan sejauhmana masing-masing seniman mengenal dunia musikal dalam bentuk baru itu, sehingga mereka benar-benar mewakili zaman dan budaya kreatifitas seni di zaman kebebasan berkomunikasi dan mengeluarkan pendapat ini.
Beberapa nama seniman yang dianggap cukup berhasil mengkomunikasikan karya komposisi musiknya yang berpegang pada musik tradisional dewasa ini di Minangkabau antara lain adalah : Muhammad Halim, Hanife, Elizar dan Hajizar