Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Nan Buto pahambuih lasuang
Nan pakak palapeh badie
Nan lumpuah pauni rumah
Nan kuek paangkuik baban
Nan jangkuang jadi panjuluak
Nan randah panyaruduak
Nan Pandai tampek batanyo
Nan cadiak bakeh baiyo
Nan kayo tampek batenggang

Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang

Tafsir Pantun Minang (2) : Pantun Kiasan
Written by Dr. Ir. H. Darwis S.N. Sutan Sati   
Friday, 02 December 2005
Article Index
Tafsir Pantun Minang (2) : Pantun Kiasan
Page 2
Page 3
Page 4
Page 5
Page 6
Page 7
Page 8
Page 9
Page 10
Page 11
Page 12
Page 13
Page 14
Page 15
Page 16
Page 17
Page 18
Page 19
Page 20
Page 21
Page 22
Page 23
Page 24

 

Malang untuangnyo ambai-ambai,
Lubang digali ombak tibo.
Malang untuangnyo banang salai,
Sadang paguno putuih pulo.

Artinya:

Malang untungnya ambai-ambai,
Lobang digali ombak tiba.
Malang untungnya benang sehelai,
Sedang diperlukan putus pula.

Tafsir sampiran :
Ambai-ambai itu adalah sebangsa binatang kecil seperti kepiting dengan kaki banyak, dan biasanya berjalan miring. Banyak terdapat dipasir dipinggir laut. Dia bersembunyi atau berdiam dipasir pantai itu dengan membuat lobang. Akan tetapi lobang yang mereka buat dipasir itu tidak bertahan lama, setelah datang ombak lobang itu akan kembali ditutup pasir. Akan tetapi ambai-ambai itu tidak pernah berputus asa, setelah ombak laut surut, dia gali lagi lobang, yang kemudian segera tertutup lagi setelah ombak berikutnya datang. Demikianlah seterusnya.
Ini adalah suatu hal yang terjadi dialam, yang oleh pencipta pantun ini dianggap sebagai nasib malang dari ambat-ambai. Walaupun mungkin bagi ambai-ambai itu sendiri, hal itu adalah biasa saja, dan tidak pernah merasa sedih walaupun lobang (sarang)
nya itu selalu dirusak oleh ombak laut.

Tafsir isi pantun :
Isi dari pantun ini yang tertulis pada baris ke-3 dan ke-4, adalah dalam bentuk kiasan atau ibarat, yang artinya bisa bermacam-macam. Seseorang yang sedang menjahit pakaiannya dengan mempergunakan jarum (bukan dengan mesin jahit),hanya mempunyai
satu lembar benang. Sedang diperlukan, benang itu putus,tak dapat dipergunakan lagi, sehingga pekerjaan jahitannya tidak selesai. Akan tetapi pengertian, pikiran dan perasaan orang yang memahami maksud dari pantun ini, sama sekali tidaklah terarah kepada benang dan penjahit itu, karena bukan itulah arti dari pantun ini.
Yang terbayang dengan mendengar pantun ini adalah bahwa ada seseorang yang memiliki sesuatu yang sangat disayanginya – dan itu adalah satu-satunya yang sangat dia perlukan- tiba-tiba sesuatu itu hilang atau lepas dari tangannya. Bisa saja seseorang yang mempunyai kekasih yang sangat disayanginya, yang tidak mungkin dapat diganti dengan yang lain, tiba-tiba lepas jatuh ketangan orang lain. Atau bisa pula satu keluarga yang mempunyai satu-satunya anak yang sangat mereka cintai, tiba-tiba anak itu jatuh sakit dan meninggal dunia. Banyak lagi contoh lain yang dikiaskan dengan pantun itu, seperti satu-satunya rumah yang dimiliki terbakar, satu-satunya ayam jantan yang disayangi ditangkap musang, dan sebagainya.Pokoknya yang diceritakan oleh pantun ini adalah cerita sedih, sehingga orang yang mendengarkannya juga akan merasa sedih, apalagi kalau kebetulan sedang mengalami nasib yang sama dengan isi pantun itu.

Janieh aienyo Sungai Tanang,
Minuman urang Bukik Tinggi.
Tuan kanduang tadanga sanang,
Baolah tompang badan kami.

Artinya :

Jernih airnya Sungai Tanang,
Minuman orang Bukit Tinggi.
Tuan kandung terdengar senang,
Bawalah tompang badan kami.

Tafsir sampiran :
Sungai Tanang adalah nama sebuah desa dikaki Gunung Singgalang tidak berapa jauh dari kota Bukit Tinggi. Dipinggir desa itu ada sebuah mata air besar, yang oleh pemerentah Hindia Belanda dulu dijadikan sumber air minum untuk penduduk kota Bukit Tinggi. Dibuat bak penampungan dimata air itu, lalu dialirkan dengan pipa kekota Bukit Tinggi dan ditampung di “Benteng” , yaitu suatu bukit kecil yang dizaman Belanda dulu dijadikan benteng oleh Tuan Decock untuk mempertahankan kota dari serangan pasukan Paderi, disebut juga dengan Fort de Cock. Karena lokasi itu ketinggian maka air minum dialirkan kerumah-rumah penduduk dengan gaya grafitasi. Kelebihan air mata air di Sungai Tanang itu ditampung pada bagian bawahnya pada satu danau kecil, yang karena airnya jernih, juga dimanfaatkan sebagai kolam renang alamiah, sehingga Sungai Tanang ini juga terkenal sebagai salah satu tempat wisata disekitar Bukit Tinggi.
Satu gambaran alamiah ini, dimana ada sumber air jernih di Sungai Tanang yang dialirkan ke Bukit Tinggi sebagai sumber air minum bagi penduduknya, dijadikan sampiran pantun ini oleh penciptanya.

Tafsir isi pantun :
Yang dimaksud dengan “Tuan Kandung” adalah kakak laki-laki yang seibu sebapak (kakak kandung). Pantun ini mengibaratkan bahwa tuan kandung atau kakak tersebut pergi merantau yang biasanya ke Jawa khususnya Jakarta. Dalam perantauannya itu ternyata dia berhasil atau sukses menjadi orang senang atau orang kaya. Namun orang yang satu ini tidak sama dengan kebanyakan orang Minang yang pergi merantau, yang biasanya kalau berhasil mereka selalu ingat kepada kampung halamannya, apalagi kaum familinya. Orang ini mungkin sudah kawin di Jawa dan sudah jadi orang kaya, namun tak pernah berkirim kabar pulang apalagi berkirin duit.
“Tuan kandung tadanga sanang” itu mengibaratkan bahwa keberhasilan kakaknya itu dirantau orang hanya terdengar oleh dia dari berita orang keorang atau dari perantau-perantau yang pulang, tidak langsung dari kakaknya itu sendiri. Sedangkan kehidupan adiknya ini mungkin juga orang tua mereka dikampung tidaklah memadai, sehingga mereka mengirim pesan: “Baolah tompang badan kami.” Yang secara kasar artinya adalah bantulah kami, kirimilah kami , sehingga dapat pula menikmati sedikit hidup senang yang telah dipunyai oleh kakaknya dirantau itu.
Orang Minang memang terkenal sebagai perantau, tapi biasanya mereka tidak pernah melupakan kampung halamannya apalagi familinya. Prinsip mereka pergi merantau itu adalah untuk mencari uang, yang dapat dikirim pulang untuk sanak famili dan untuk kampung halaman. Banyak pantun yang menyatakan hal ini. Namun yang dimaksud atau yang dituju oleh pantun diatas, adalah satu kekecualian. Memang ada juga satu dua yang seperti itu. Contoh yang paling ekstreem adalah Malin Kundang, yang telah berhasil menjadi orang yang kaya raya dirantau orang, tetapi tidak lagi mengingat famili dan kampung halamannya, bahkan tidak mengakui ibunya sendiri.

 

 



Last Updated ( Wednesday, 04 April 2007 )
 
< Prev   Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 5 guests and 3 members online
Powered By PageCache
Generated in 0.03456 Seconds