Page 9 of 9
IX. Iklim, Keamanan Wanita, Lalulintas, Air Bersih dan Topi Taliban Hal lain yang cukup berbeda dengan kondisi kita di Indonesia adalah adanya dua musim di tanah Arab ini.  Yaitu musim panas sekitar bulan Juni- Juli suhu bisa mencapai sekitar 45 derajat Celcius bahkan lebih. Musim dingin sekitar bulan Januari –Februari dimana temperatur di Madinah yang agak ke Utara bisa sekitar nol derajat Celsius dan Makah sekitar 4 derajat Celcius. Khusus untuk musim dingin ini mungkin karena kita sering berada pada kerumunanan manusia dinginnya terasa tidak begitu menusuk.Â
Untuk melindungi kulit kita dari pecah-pecah maupun kasar dimusim panas biasanya dipakai  Nivea Cream ,sedangkan untuk musim dingin dapat digunakan cream seperti Hazeline Snow. Tapi sebetulnya disana ada juga dijual cream yang lebih bagus yaitu “Crème 21â€, buatan Jerman. Supaya bibir tidak pecah-pecah dimusim dingin juga harus diolesi lip-gloss seperti yang umum dipakai kaum ibu .
Karena mobilitas kita yang tinggi sehari-hari, sebaiknya kita juga menyediakan obat gosok semacam Rheumason Cream untuk menggosok kaki kita supaya hilang pegal-pegal dan kecapeannya. Disini tindakan preventif lebih bermakna misalnya sesaat sebelum Tawaf-Sai digosokkan di betis dan paha. Tapi yang lebih nyaman adalah Tiger Balm dari Singapore ( Kebetulan saya dibekali teman yang ke Makah tahun sebelumnya). Obat ini agak multi fungsi juga bisa dioleskan dileher kalau tenggorokan gatal, disekitar hidung kalau mampet, atau untuk kepala kalau lagi puyeng , bisa juga disekitar persendian tangan/kaki kalau mau demam
Mungkin karena alamnya yang keras dan beratnya persyaratan untuk dapat melaksanakan pernikahan. Baik pria Arab maupun Bangladesh yang jadi kuli disini, ngiler sekali melihat wanita kita. Khusus untuk para pria Bangladesh itu bisa juga karena mereka hidup sendiri dan telah puasa terhadap wanita cukup lama.   Apalagi karena ini Tanah Suci, sarana hiburan juga menjadi barang langka disini. Untuk menghindari tindak kriminal tersebut dianjurkan agar tidak membiarkan wanita sendirian dikamar, walaupun saat dia lagi haid/datang bulan, bawa saja terus jalan keluar. Kalau datang waktu shalat dan kita mau shalat, suruh dia menunggu diluar Mesjid atau cuci mata di toko-toko sekitar masjid.     Menjemur pakaian keatas pemondokan pun sebaiknya ditemani. Apalagi kalau naik taxi, etiket ala Eropa jangan gunakan disini. Pria harus naik dulu baru wanita. Kalau mau turun biarkan kaum wanita turun dulu baru kita turun dan bayar taxinya. Warga Sulawesi yang semaktab dengan kami ada yang harus kehilangan isterinya. Karena dia duluan turun kemudian taxi kabur membawa isterinya. Begitu juga ada wanita Jawa Timur yang diperkosa dikamar setelah mukanya dibekap dengan semacam obat bius, sehingga dia tidak tahu lagi apa yang terjadi pada dirinya. Biar aman sebaiknya kita rame-rame aja naik semacam suburban yang difungsikan jadi angkot, dengan biaya sekitar 1 real perorang kalau mau ke Mesjid Mungkin karena suasana Madinah agak santai, angka kiminalitas untuk kasus seperti ini lebih tinggi di Madinah dari pada di Makkah
Baik di Makkah maupun Madinah dan Jeddah saya tidak pernah ketemu tukang parkir. Mungkin karena pemerintahnya tidak begitu butuh dana segar untuk menggenjot PAD. Akibatnya kendaraan berhenti seenaknya yang kadang-kadang sangat mengganggu pemakai jalan yang lain. Para jamaah haji yang menyeberang jalan juga selalu nekat menyeberang walau lampu lalu-lintas telah hijau untuk kendaraan yang akan lalu lalang . Jadinya kecelakaan lalu lintas cukup sering terjadi disini. . Di Masjid Madinah ada ruang parkir bawah tanah. Uniknya disini parkir untuk kendaraan yang disopiri pria, wanita maupun keluarga dipisahkan. Ini mungkin untuk menghindari tindak kriminal juga. Sehingga parkir hanya untuk kaum yang sejenis saja. Sepeda Motor pribadi juga tanpa plat nomor disini, beda dengan keadaan kita yang polisinya yang lebih suka menguber kendaraan yang plat nomornya tidak standard , dari pada membasmi judi dan narkoba. Sepeda motor yang pakai plat nomor tampaknya hanya kendaraan dinas Polisi.Â
Karena kondisi lahan di Makkah yang berbukit batu, banyak kawasan disini yang tidak memiliki saluran air minum. Untuk memenuhi kebutuhan air ini puluhan tanker seperti tanker sawit di Riau berseliweran mengantar air. Termasuk kemaktab kami yang berlantai 17 dan dihuni hampir 2000 0rang dari 7 kloter, airnya disupply tanker. Air ini hanya layak untuk mandi dan cuci saja. Untuk minum ada air lain dari dispenser atau beli 4 Riyal per 5 liter. Air minum ini juga bisa diperoleh pada water cooler yang banyak diletakkan diluar masjid atau didepan beberapa toko. Ada beberapa daerah yang dihuni hanya beberapa waktu saja dalam setahun termasuk Maktab kami yang kalau diluar musim haji kosong melompong. Arafah-Mina juga termasuk daerah yang hanya ramai untuk beberapa hari saja dalam setahun. Walaupun begitu didaerah perkampungan penduduk asli toko buka sampai tengah malam, tapi sekitar Madinah cukup banyak toko yang dikontrak hanya selama musim haji saja .
Sewaktu masih di Makkah saya telah mengoleksi berbagai topi yang berasal dari Afrika seperti ala : Khaddafi, Yulius Nyrere maupun Nelson Mandela. Keinginan saya untuk memperoleh topi ala Taliban tidak terpenuhi di Makkah. Padahal sejak di tanah air, saya sudah sangat tertarik pada topi khas pejuang Afghanistan yang sering muncul di tayangan TV. Saya tidak pernah menjumpai tempat yang menjual topi jenis ini. Di Makkah saya sering shalat dan berkomunikasi dengan warga Afghanistan dan orang Pashtun yang selalu mendominasi areal Multazam dan Hijir Ismail . Tapi mereka umumnya memakai serban biasa, kalaupun ada yang pakai topi khas ini kelihatan kondisinya telah kumal sekali. Beberapa hari di Madinah saya juga belum menjumpai topi ini yang bagus kondisinya. Akhirnya saya memutuskan akan memakai topi hitam saya yang dililit tanda khas Riau, kalau bisa dibarter saja dengan topi Taliban ini. Sewaktu memasuki Masjid sebelum menunaikan shalat Subuh saya melihat ada yang memakai topi ini disaf bagian belakang, Cuma terpikir jangan karena topi ini pula saya terpaksa shalat dibelakang, karena harus nego dengan pemiliknya. Begitu juga selesai shalat subuh, saya melihat ada orang tidur pakai topi yang saya incar. Saya membiarkannya, dan berharap memperolehnya nanti. Saya mulai antri untuk memasuki Rawdah, pas waktu akan menginjak karpet di Rawdah, pandangan saya terhalang oleh orang yang tinggi besar. Tak sengaja melihat keatas, ternyata dikepalanya bertengger topi yang saya idam-idamkan.. Setelah berada di Rawdah saya tawarkan dia untuk shalat dan berdoa sambil saya awasi. Tawaran saya diterimanya. Setelah dia selesai shalat dan berdoa kami berbincang-bincang, sebelum dia meninggalkan Rawdah saya tawarkan pula kalau bisa kami barter topi. Dia pun setuju sehingga akhirnya topi hitam saya telah bertengger dikepalanya sewaktu meninggalkan Rawdah . Sementara topi Taliban yang masih agak baru berpindah ketangan saya..
Â
Trackback(0)
|