Belakangan ini nama inyiak Upiak Palatiang mulai sering disebut orang lagi. Meski begitu, tak ada yang berubah dari wanita yang berusia lebih dari 100 tahun ini. Inyiak tetap sederhana dan rendah hati.
Tanah Datar: Matahari siang menyinari Dusun Kubugadang, Kecamatan Batipuah, Nagari IV Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Di sebuah rumah, Fatimah terkulai lemah. Dia tak bisa berbuat apa-apa. Tubuhnya hanya terbaring dengan tatapan mata yang kosong.
Di halaman rumah, Inyiak Upiak Palatiang mendendangkan saluang, kegiatan yang sebetulnya tak lazim dilakukannya. Siang itu, dia berdendang untuk Fatimah, anaknya yang tengah sakit. Suara saluang begitu menyayat hati. Dengan irama yang terjaga, Inyiak terus mendendangkan saluang.
Tak dinyana dendang sang ibu membuat semangat hidup Fatimah tergugah. Dengan suara lirih dan nyaris tak terdengar, dia pun bersenandung. Dendang saluang ciptaan Inyiak membuatnya seperti kembali mempunyai semangat hidup. Dia terus mengikuti syair-syair saluang yang diciptakan sang ibu.
Inyiak memang pandai berdendang saluang. Tak hanya itu, dia juga pintar menciptakan syair dendang saluang. Sudah ratusan hasil karyanya. Beberapa di antaranya bahkan sangat digemari. Sebut saja Singgalang Kubu Diateh, Singgalang Gunuang Gabalo Itiak, Singgalang ratok Sabu, Singgalang Layah, Singgalang Kariang, Singgalang Alai, Indang Batipuah, dan Parambahan Batusangka.
Tak ada yang mengetahui waktu kelahiran Inyiak secara persis, termasuk dirinya sendiri. Yang dia ingat, saat gempa besar menghantam Padang Panjang pada 1926, Inyiak sudah bersuami dan mempunyai seorang anak berusia sepuluh tahun. Dengan pengakuannya ini, yang juga dibenarkan orang-orang yang pernah mengenalnya, usia Inyiak diperkirakan sudah di atas 100 tahun.
Dalam usia yang lebih dari satu abad, Inyiak tidak seperti orang tua kebanyakan yang sudah pikun dan lemah. Langkahnya masih tegap. Jalannya juga termasuk cepat. Bahkan, kegiatan setiap harinya cukup padat. Hampir setiap pagi dia berjalan kaki melihat sawahnya. Kemudian melanjutkan kegiatan rumah tangga, seperti ibu-ibu lainnya di Kubugadang. Seperti wanita Minang pada umumnya, Inyiak juga masih memasak, menyiapkan makanan untuk seluruh keluarga.
Kekuatan fisik Inyiak sebenarnya tak terlalu mengherankan, jika melihat latar belakangnya sebagai seorang pesilat. Dia bukan pesilat biasa, tapi seorang Pandeka--sebutan yang sebetulnya langka bagi wanita Minangkabau. Gelar ini didapat karena Inyiak sangat menguasai silat gunuang, aliran silat yang menjadi hulu berbagai aliran silat yang berkembang di Minangkabau. Tiga jurus dasar silat gunuang, yaitu tangkok atau tangkap, piyuah atau pelintir, dan gelek atau mengelak, hingga kini masih kokoh diperagakan Inyiak. Lengkap pula dengan kekuatan tenaga yang tersimpan.
Semua ini diperagakannya dalam sebuah pertemuan yang diprakarsai Perhimpunan Aliran Silat Tradisional Minangkabau di Bukittinggi, Desember silam. Dalam pertemuan itu, hadir 79 pandeka silat tua dari berbagai aliran. Di hadapan para pejabat dan Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia, Inyiak menampilkan silat tua Gunuang. Gerakannya lincah, sorot matanya tajam, dan gerakannya waspada.
Dia menghalau serangan dengan elakan dan tangkisan. Ketika tangan lawan mengarah ke dadanya, dengan secepat kilat ia tangkap dan memelintirnya dengan satu gerakan mengunci. "Kecepatan dan ketangkasan gerak silat Inyiak seperti menyaksikan perempuan berusia 30-40 tahun. Padahal Inyiak telah berusia 104 tahun. Luar biasa dan mengagumkan," kata H Indra Catri, pengamat seni tradisi dan Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kota Padang.
Belakangan ini nama Inyiak mulai sering disebut orang. Meski begitu, tak ada yang berubah dari wanita tua ini. Inyiak Upiak Palatiang tetap sederhana dan rendah hati.(ULF/Aldian)
Sumber : Liputan6.com
Trackback(0)
|