Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Nan babarih nan dipahek
Nan baukua nan di kabuang
Jalan luruih nan ditampuah
Labuah Pasa nan dituruik
Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang
Advertisement
Mak Katik, Pelurus Adat Minang
Written by Ingki Rinaldi   
Thursday, 12 August 2010

Tahun 1963 Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto tak menyelesaikan pendidikan dasarnya karena tak ada dana. Namun, lelaki yang akrab disapa Mak Katik itu menjadi dosen yang diundang mengajar adat Minangkabau hingga ke University of Hawaii, Manoa, Amerika Serikat, dan Akademi Seni Warisan Budaya Kebangsaan Malaysia.

Di dalam negeri, Mak Katik mengajar di Universitas Negeri Padang dan Universitas Andalas, Padang. Setelah setahun mengajar di Malaysia, mulai semester ini Mak Katik kembali mengajar di Universitas Negeri Padang untuk mata kuliah Etnologi Minangkabau dan Falsafah Adat Minangkabau.

Bukan hanya aktivitas sebagai dosen yang membuat Mak Katik dihormati, perjuangannya menjaga dan mengajarkan adat Minangkabau tanpa letih sejak 1970 adalah dasar hormat untuknya. Dalam pandangannya, adat Minangkabau yang bersendikan syariat (hukum agama) dengan pegangan adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah (adat bersendikan hukum agama dan hukum agama bersendikan kitab suci) itu makin luntur pemahamannya di masyarakat.

Akibatnya, berbagai perilaku masyarakat berjalan dalam rel yang menyimpang. Itu tak sesuai lagi dengan adat Minangkabau yang sesungguhnya.
“Contohnya soal berpakaian. Masak ada orang datang melayat ke kuburan pakai celana jeans,” kata Mak Katik.

Ia menyebut konsep adat Minangkabau soal berpakaian yang meliputi penutup tubuh, penutup malu, penutup aurat, dan pelindung dari miang (lugut pada batang bambu), telah bergeser jadi sekadar pembungkus tubuh.

Dalam berbagai kesempatan, ia juga melihat betapa pemahaman sebagian besar masyarakat soal adat Minangkabau telah menyimpang jauh. Contohnya, saat Mak Katik memberi kuliah di Institut Teknologi Bandung. Ketika itu ia digugat beberapa pendengarnya soal persepsi kelicikan yang terkandung dalam pantun berbunyi taimpik nak di ate, takurung nak di luar (ketika terimpit ingin berada di atas, ketika sedang terkurung ingin di luar).

Menurut Mak Katik, pantun itu tak dimaksudkan agar orang menjadi licik. ”Ini adalah pemacu agar kita terus berpikir jauh ke depan, dan menjadi lebih baik setiap harinya,” kata Mak Katik.

Pantun itu lantas disambungkan dengan simbol berupa pucuk tanaman rebung yang terdapat pada rumah-rumah adat Minangkabau. Maksudnya, perubahan yang lebih baik itu harus terjadi setiap hari.

”Pucuk rebung kan naik setiap hari. Ini yang namanya alam takambang jadi guru (alam terhampar menjadi guru),” katanya menjelaskan.

Mak Katik belajar adat istiadat Minangkabau secara lengkap sejak 1959. Ia mengingat tiga guru yang mengajarnya pada masa awal itu, dengan cara menyalin naskah paragraf per paragraf di kertas perokok. Ini dilakukannya setiap malam. Ketiga guru itu adalah Rangkai Tuah Kabun, Mak etek Jaka, dan Datuk Tongga. Mak Katik menimba ilmu hingga ketiganya meninggal dunia tahun 1980-an.

Ia belajar seluruh aspek adat istiadat dan budaya dari ketiga guru yang sekampung dengannya itu, di Batipuah Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar (kini termasuk Kota Padang Panjang). Ia belajar membikin pantun, membuat naskah randai (kesenian Minangkabau yang dimainkan berkelompok dalam perpaduan sandiwara dan gerak tari, berasal dari pencak silat), bermain saluang (alat musik tiup), menguasai pencak silat, hingga memainkan talempong (alat musik pukul).

Dari ratusan murid Rangkai Tuah Kabun, Mak Etek Jaka, dan Datuk Tongga, hanya Mak Katik yang diajari dan mendapat ”warisan” seluruh ilmu dan pengetahuan mengenai adat dan budaya Minangkabau.

”Cuma main rebab (alat musik gesek) saja saya tak bisa karena memang tak pernah diajari,” kata Mak Katik, anak kedua dari delapan bersaudara itu.

Tolak jadi stempel


Tahun 1967 Mak Katik pindah ke Kota Padang. Ia bekerja pada usaha percetakan. Siang saya kerja, malamnya berkeliling ke sanggar-sanggar di Kota Padang. Awalnya saya hanya melihat-lihat saja,” katanya.

Dari sekadar melihat-lihat, ia lalu berani memberikan komentar. Akhirnya, ia ikut dalam pusaran aktivitas kebudayaan itu. Lama-kelamaan Mak Katik mulai dikenal. Salah satu yang dikenangnya, saat untuk pertama kali kesenian randai dipentaskan oleh etnis Nias dan keturunan China tahun 1976.

Pementasan itu menandai diresmikannya Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat. Pentas budaya yang menandai kerukunan antaretnis dan keyakinan itu berlangsung hingga 1985, sebelum berhenti karena regenerasi tidak berjalan.

Tahun 1993 izin usaha percetakan yang ditekuni Mak Katik habis. Namun, ia masih menekuni usaha itu hingga 1996, sebelum fokus menjadi pekerja kebudayaan.

Sebelumnya, tahun 1992 ia ditawari menjadi anggota DPRD Sumatera Barat mewakili kelompok tarekat Satariah. Tawaran itu ditolaknya. ”Waktu itu kan masuknya dari Golkar. Saya tak mau kebudayaan Minangkabau nantinya hanya dijadikan pembenaran segala kebijakan dewan, hanya jadi stempel. Jadi, tawaran itu saya tolak.”

Kemampuan dan dedikasi Mak Katik terkait adat istiadat dan kebudayaan Minangkabau telah menarik perhatian Kirstin Pauka, peneliti dari Universitas Hawaii yang tengah meneliti adat Minangkabau, khususnya randai. Gayung bersambut, dan Mak Katik untuk pertama kali bertandang ke Universitas Hawaii untuk mengajar pada periode 2000-2011.

”Tahun 2011 nanti, jika saya masih sehat dan insya Allah masih ada, saya akan kembali mengajar di sana (Universitas Hawaii),” katanya.

Hal yang diingat Mak Katik dari kunjungan perdananya ke Hawaii adalah tak dikenalnya budaya dari daerah-daerah lain di Indonesia, selain Jawa dan Bali. Bahkan ia berkesimpulan, pemerintah saat itu memang berusaha menghilangkan eksistensi kebudayaan dari daerah lain di Indonesia. Akibatnya, kebanyakan orang di luar negeri menganggap kebudayaan
Indonesia hanya diwakili Jawa dan Bali. ”Sampai hari ini itu terjadi,” katanya.

Oleh karena itulah, dalam kelompok kerja kebudayaan bernama Palito Nyalo yang ikut dikelolanya, Mak Katik rajin memberikan pemahaman tentang adat Minangkabau kepada siapa saja. Ia mendatangi sekolah-sekolah, berbagai lembaga, hingga para perantau yang haus pemahaman adat dan budaya Minangkabau. Kepada orang-orang itu, ia memuaskan dahaga mereka dengan menafsirkan bentuk kebudayaan yang masih bisa ditemukan.

Tak ada biaya dikutip secara khusus, tetapi sesuai dengan kesanggupan dan keikhlasan saja. Tujuannya ingin menyebarkan dan meluruskan pemahaman yang selama ini cenderung keliru soal kebudayaan Minangkabau.

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/2010/07/20/0234198/mak.katik.pelurus.adat.minang

Trackback(0)
Comments (2)

hanif mulyadi said:

Maju terus, semoga tidak hanya ke adat saja, melainkan ke sendi Agama islam yg menjadi ciri khas minang, karena semakin merosotnya agama islam diminang kabau, banyaknya orang2 luar yg masuk sebagi pebisnis di minang kabau yg menghalalkan cara2 bisnis yg tidak islami
 
report abuse
vote down
vote up
August 16, 2010
Votes: +0

ishakoma said:

Halo Sayang
Anda Usia, ras dan status perkawinan tidak faktor dalam yang saya tulis untuk you.My nama Isya Koma i am 24 gadis muda tua. Aku membutuhkan seseorang yang akan memperlakukan saya seperti suara lady.You sebagai orang dari mimpi saya di kontak Anda hari ini dan suara yang baik tentang Anda thats mengapa saya menghubungi Anda untuk relationships.I memiliki preferensi saya, dan saya tidak merasa perlu demi cinta harus segrigated Menurut Umur. Setiap wanita semua memiliki pria profil dream.Sorry nya saya tidak cukup di sini, tetapi akan memberitahu Anda informasi lebih lanjut tentang saya dan foto saya jika Anda menemukan waktu untuk menulis saya di pada alamat saya di This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it
Salam manis hati
Isya
Listen
Read phonetically



Hello dear
Your Age, race and marital status are not factors in who I write to you.My name is Isha Koma i am 24 old young girl. I need someone who will treat me like a lady.You sound as a man of my dream in your contact today and it sounds good about you thats why I contacted you for relationships.I have my preferences, and I do not think it is necessary for love to be segrigated by Age. Every woman all have a man of her dream.Sorry my profile is not enough here but will tell you more details about me and my photos if you find time to write me on on my address at This e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it
Yours sweet heart
Isha



 
report abuse
vote down
vote up
September 06, 2010 | url
Votes: +0

Write comment
You must be logged in to a comment. Please register if you do not have an account yet.

 
< Prev   Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 10 guests and 1 member online
Powered By PageCache
Generated in 0.71340 Seconds