Saya iba, saya kasihan kepada orang-orang yang dengki, karena mereka sedang sakit, dengki adalah penyakit yang sangat usah dan sukar mengobatinya. Orang dengki selalu resah dan gelisah. Resah melihat kelebihan orang, gelisah melihat kebahagiaan orang, matanya liar mengintip kelebihan yang menimpa orang lain dan dia cemburu, Telinganya di buka lebar-lebar ingin tahu rahasia orang, mulutnya "monyong" komat kamit dan bergunjing kesana sini, mempergunjingkan dan kalau perlu memfitnah orang yang di dengkinya. Dia susah tidur, fikirannya selalu pada orang lain, dan fikirannya tak pernah merasa puas dan di dalam hatinya tak ada rasa syukur. Dia tidak bisa konsentrasi, dia tak bisa menyatukan dan mengarahkan fikirannya, karena fikiran dan hatinya selalu terbelah, terbelah karena ingin "mencikaroi" orang lain.
Saya lebih kasihan lagi karena orang pendengki tak pernah tenang dan tentram, matanya telinganya dan hatinya di penuhi oleh debu-debu kedengkian. Tak boleh melihat orang lebih. Dia akan berusaha melalui ucapan dan perbuatannya untuk menjatuhkan dan mencelakakan orang lain. Kalau tak mampu sendiri dia minta bantuan pada orang lain.Kalau orang lain juga tak mampu dia minta pertolongana pada mahkluk halus dan pada syetan. Kalau perlu biar sama-sama tidak mendapat atau sama-sama kehilangan, asal orang yang di dengki itu jatuh dan celaka. "Ndak lalu dandang di aie didarek di tajakkan juo".
Saya teringat cerita seorang teman tentang seorang yang dengki tidak boleh melihat tetangganya berlebih. Satu kali dia dapat keberuntungan, dia boleh minta apa saja pasti dikabulkan, "memintalah" kata sang dewa "Kau boleh meminta apa saja, tapi ingat setiap kali kau meminta "satu", aku akan beri tetanggamu "dua". Lantas dia berfikir kalau aku meminta sebuah mobil tentu tetangga akan dapat dua mobil. Kalau aku minta rumah satu tentu dewa akan memberi tetangga dua buah rumah. Setelah dia berfikir-fikir, lalu dia meminta dan berdo'a : "Butakanlah mataku sebelah, agar tetangga bisa buta kedua matanya". Biar dia "Celek" asal tetangganya "Buta". Kira-kira begitulah penyakit yang diidap oleh si pendengki. Dia menghancurkan dan merusak dirinya sendiri dan juga menghancurkan dan merusak orang yang di dengkinya. Berbulu matanya dan berbulu hatinya melihat kelebihan orang lain. Baru senang hatinya kalau orang lain sengsara dan dia selalu berlebih dari orang lain.
Saya lebih kasihan lagi sewaktu mendengar petuah sang guru. "Si pendengki itu bagaikan sedang menyalakan kayu api yang mersik untuk membakar segala amal kebaikan yang pernah di kerjakannya". Oh betapa ibanya kita pada orang yang sedang di timpa penyakit dengki. Dia sudah payah-payah membuat amal kebaikan, kemudian dalam waktu sekejap semua amal kebajikan itu ludes dimakan api, sebagaimana api sedang membakar kayu yang mersik. Rasa iri yang bertengger di hati, dengki dari mana asalnya ? Lalu saya coba balik-balik buku catatan saya tentang iri dan dengki. Para pembaca, inilah cacatan yang saya salin sewaktu mendengar ceramah guru saya. Hasad berarti berbuat dengki, pelakunya di sebut hasid yaitu orang yang pendeki. Lalu kata guru saya dengki ini termasuk tatanan penyakit mental. Stadium pertama dari penyakit mental ini disebut dengan iri hati, yaitu tak senang melihat orang lain mendapat kenikmatan, hatinya berbulu, kalau tak segera di sembuhkan maka penyakit ini meningkat dan naik jadi hasad, yaitu iri hati plus ia ingin agar kesenangan orang itu lenyap dari orang itu. Pada taraf Ini syetan sudah bersarang dan bertahta dalam lubuk jiwanya. dan berharap dan berupaya supaya kesenangan yang di rasakan orang lain itu, hilang pada orang itu dan kesenangan itu berpindah padanya. Stadium ketiga kata guru saya adalah dendam. yaitu dengki plus. Dimana timbul keinginan menyakiti orang itu. Semua penyakit ini, iri, dengki dan dendam, pada awalnya berasal dari ria. Ria adalah rasa pamer ingin memperlihatkan apa yang ada pada dirinya, suka menceritrakan apa yang ada pada dirnya agar dia dapat pujian. Komplikasi ria ini adalah iri, dimana dia takut kalau orang lain yang di puji. Orang Ria, kagum pada diri sendiri dan dia menuntut agar orang lain juga ikut memujinya. Komplikasi berikutnya adalah dengki. Maka ia berupaya agar kesenangan itu hilang dari orang. Ini sudah merusak pergau lan. Yang ke tiga ialah takabur, sifat merasa dirinya besar, yang lain kecil. Orang lain kecil remeh. Yang hebat, yang cakap dan yang berarti hanya aku. Orang menjadi pendeki karena dia hanya tahu penomena karena tak sanggup mencari hakekat. Ia hanaya tahu kulit tapi tak tahu isi. Dia mengerti kwantita tapi tak tahu kualita.
Orang yang tak tahu hakikat ini gampang iri dengki dan dendam. Karena tak dapat mebedakan kuantita dan kualita. Dia mengalami proses pendangkalan iman, erosi iman. Memang diantara berbagai penyakit ruhani, dengki atau hasad adalah salah satu yang paling berbahaya untuk kehidupan manusia. Kita disebut dengki kepada seseorang jika kita tanpa alasan yang jelas, apalagi alasan yang adil, serta merta tak senang kepada segala kelebihan atau keutamaan yang di punyainya, Ber bareng dengan itu kita terdorong melakukan firnah yi berita buruk yang tak benar atau palsu. Jadi kedengkian adalah pertarungan sepihak si pendengki menyerang sasaran tanpa sasaran itu mengetahui apalagi berdaya mengelak dan melawan. Karena itu kedngkian acap kali benar-benar mencelakakan atau menjatuhkan orang yang menjadi sasaran itu
Saya teringat pesan Rasulullah "Jauhilah olehmu kedengkian, sebab kedengkian itu memakan segala kebaikan seperti api memakan kayu bakar yang kering ". Kerna dalam kedengkian itu dengan sendirinya tersembunyi keinginan agar orang lain celaka, sebagai bukti ada kepalsuan dalam perbuatan baik kita, karenanya seluruh perbuatan baik kita akan musnah, ibarat rumah kertas yang dilahap api kedengkian sendiri sebab apalah arti kebaikan jika tidak dilandasi oleh itikad kebaikan, semua amal tergantung pada niat. Dengki dapat menjadi pangkal kesengsaraan orang bersangkutan sendiri. Dan memang tak ada orang yang dengki yang tidak menanggung jenis kesengsaraan tertentu . Mengapa? Sebab perasaan benci kita kepada seseorang yang menjadi sasaran kedengkian kita justru kebahagiaan orang lain.
Berarti bahwa "Kebahagiaan " orang lain itu hanyalah hasil refleksi atau pantulan kaca situasi batin yang merasa tidak bahagia. "Rumput di balik pagar sendiri nampak lebih segar". Jadi dibalik, berarti rumput dalam pagar sendiri selalu nampak lebih layu. Akibat rasa rendah diri, tapi dapat lebih gawat yaitu akibat ke tidak mampuan bersyukur kepada Allah. Itu berarti bahwa secara tidak sadar kita mendefinisikan kehidupan kita pada kehidupan orang lain, jika ia bahagia kita merasa sengsara, dan jika ia sengsara kita merasa bahagia, maka seorang pendeki dengan sendirinya selalu gelisah, karena di hantui perasan kalah dengan orang lain. dan kesengsaraan itu menjadi-jadi ketika kedengkian nya itu membuat nya bertindak hanya sekedar hendak mengalahkan orang lain. Itu tindakkan tidak sejati dan tindakkan tak sejati mustahil membawa ke bahagiaan. Maka untuk menangkal kedengkian, kita harus selalu pandai bersyukur kepada alah. Dengan memnajatkan puji syukur dan mensyukuri apa-apa yang telah di beri dan di tentukan Tuhan untuk kita, akan mengurangi dan menghilangkan rasa dengki dan iri. Disamping itu kita uga minta perlindungan pada Allah terhadap orang-orang yang Hasid apabila dia dengki.
Untuk semua itu saya teringat akan sebuah Firman Suci_Nya dalam Al_qur'an surat Al Falaq ayat 5 :"Aku berlindung dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki ".
Trackback(0)
|