Ronaldi, sapaan penuh persahabatan kami ketika seangkatan di SMP adalah Al Leak, namun sejak berpisah di PPSP, Ronaldi terkenal dengan panggilan gaulnya Al Giok. Dari SD saya mengenal dia dan bagi kami seangkatan di SMP PPSP, Al bukan makhluk asing lagi bagi kami ketika bersenda gurau, wakakak wakikik ha..ha..hi..hi, selalu menyenangkan dengan segala humor yang dilontarnya. Setiap saya berjumpa dengannya di Bandung saat dia berkuliah atau ketika reuni, kumpul-kumpul dan taragak basuo seangkatan selalu kami berdiskusi dan melemparkan joke-joke “Berbahasa Indonesia Raya ala Minang”.
Al memang spesialis menata kalimat lawakan ini dan berseni, terasa pas dia memadukan antara Bahasa Indonesia dengan beberapa potong bahasa ibu kita Minang atau bahasa Minang yang dipaksakan menjadi Bahasa Indonesia, hasilnya begitu menyambung dan pas didengar dan membuat kita tersenyum. Inilah yang sering kami cilotehkan saat reuni tanggal 26 kemaren didepan teman-teman yang lain. Kami saling mengisi dan melemparkan gaya berbahasa Indonesia Raya ala orang Minang yang baru merantau kekota besar seperti Jakarta . Liharlah sebuah episode ketika bertemu dengan Hendry Bakri yang angkatan di PPSP nya cukup fleksibel ya bisa 83,84 dan 85
Hendry Bakri sekarang dikenal sebagai pengusa menengah yang cukup sukses di bidang konveksi (pakaian jadi) di Cipulir, nah pas saat kami pamer cakap (talk show) dalam acara taragak basuo Ronaldi lansung pasang aksi dengan spesialis lawakannya beginilah dialog tersebut
“Ndry..Hari Raya tahun lampau pakaian raya saya dari bahan saja lalu diupahkan ke tukang jahit, tapi raya sekarang pakaian sudah saja, oh ya lu ada jual celana pendek ingan lutut (sambil tangan diletakan dilutut kaki).
Muslim disamping kami lansung ketawa ngakak begitu juga Hendry senyum dikulum, coba perhatikan tata bahasa Indonesia Minang Al Giok, seharusnya untuk Hari Raya yang lazimnya bahasa NKRI tentu Lebaran, nah ini bahasa Minang yang di Indonesiakannya “Hari Rayo menjadi Hari Raya, lalu pakaian sudah untuk pakain jadi didunia konveksi. Bahasa Minang yang di Indonesia dengan paksaan dan membuat orang Jakarta bingun kali ya..yaitu .Ingan...walah, bahasa minang bakunya tentu Singan jika di Indonesikan mungkin Sampai, tapi Al Giok memaksakannya menjadi Ingan.
Saya pun tidak ketinggalan sedikit memberikan kontribusi memperkaya kasanah berbahasa Indonesia ala Al Giok, begini
Al..Al lu tahu nggak baru-baru ini Polisi di Jakarta menggerebek tempat perjudian, kebetulan ada orang minang yang baru merantau ke Jakarta menonton orang-orang yang berjudi ini., nah saat penggerebekan Polisi berteriak sambil mengajungi pistol
“Jangan bergerak semua ikut kantor”
Orang Minang yang menonton Judi ”Pak..pakkkkk...saya tidak sata Pakkk”
”Ondee Al rupunyo Polisi ko urang Minang nan baru batugas di jakarta lo..inyo jawek”
”Sata tidak sata ikut kantor”..ha..ha
Sata..apa itu, ini bisa jadi saat itu begitu menegangkan tidak ada kesempatan orang Minang yang menjadi penonton untuk mengalihkan kata tersebut ke Bahasa Indonesia yang benar menjadi serta, dalam suasana ketakutan maka secara terjun bebas di Indonesiakan dari bahasa minang Sato menjadi Sata. Cilakanya lagi polisipun orang Minang yang tidak sempat berpikir cepat lagi dan dia sangat mengerti apa yang dimaksud penonton tadi apa artinya Sata, jadinya secara spontan berkata ”Sata tak sata ikut kantor”...ha..ha..ha, kalaupun sedikit yang benar tentu harus bilang begini ”serta tidak serta ikut kantor”
Saat seorang sahabat yang bernama Mursyida datang, awalnya kami nggak ngeh jika ternyata Mursyida berbahasa Indonesia raya ala Minang saat pamer cakap dengan kawan-kawannya. Mursyida bukan sedang melawak saat itu, begitulah dia sebagai warga betawi sekarang ini tentu dia harus beradaptasi tanpa meninggal bahasa ibu beserta logatnya. Tapi Mursyida serius kelihatannya..”nggak mau lagi berbahasa Minang dengan kami” anehnya ketika kami berbahasa Minang dia tetap mengerti apa yang kita maksud tapi dijawab dengan Berbahasa Indonesia ala Al Giok ini, terjadilah dua komunikasi bahasa yang berbeda tapi dua arah dan saling mengerti...hebat nggak tuh pamer cakap sama Mursyida.
Wah ini dia saya bersama al Giok lansung mengadakan Talk Show (pamer cakap) interaktif nan komunikatif dan responsif bersama Mursyida. Kami datar dalam berkomunikasi gaya ini niatnya tentu bercanda lebih tepatnya melawak, ya ampun ternyata Mursyida tidak tahu sama sekali kami sedang bercanda, begitu seriusnya Mursyida melawan kami dengan berbahasa Indonesia ala Minang ini. Semakin seru tentunya dan akhirnya menjadi tontonan yang menarik dan mengundang tawa spontan dari kawan-kawan yang menonton acara pamer cakapTaragak Basuo. Bahkan Rina selama hidupnya inilah baru ketawa dan ngakak sampai merah mukanya, jujur dia mengakui hiburan dadakan ala Al Giok, Jepe dan Mursyida membuat beban stresnya menjadi ringan jika mengingat anaknya dalam tahap penyembuhan dirawat di Rumah sakit.
Saya sudah lupa apa saja kata-kata Bahasa Indonesia ala Minang ini baik yang dilontarkan oleh Al, Saya dan Mursyida yang jelas membuat semua kawan terhibur, bahkan seorang Evi Taurini yang kalem harus tersenyum sambil menutup mulut karena nggak tahan melihat situasi.
Tapi yang pasti Mursyida berbahasa Indonesia ala Minang memang bukan dibuat-buat alias serius dan apa adanya. Sementara saya dan Al Giok harus berpikir untuk menata kalinat dalam bergaya bahasa ini
”Mur..Mur..kamu dulu tinggal di sebelit batang air kan”..lalu lagi-lagi Al berkata ”Ingan ini kan dalam Batang Air” sambil meletakan telapak tangannya di lutut...ondeeeeee..antahlah.
Acara ”bertele-tele” ini sempat terganggu saat Happy Trisna bersama istrinya datang, ketika Happy Trisna bersalaman dengan Mursyida
”Masih kenalkan kan Mur”
Haa....Kamu anak Pak......? (Mursyida emang lagi doyan-doyannya ber kamu-kamu( lupa saya...siapa sih nama ortu Happy Trisna yamg dibilang Mursyida)
Lawakan ini menghibur dan membuat suasana yang telah hidup menjadi lebih hidup lagi, ini lah seni dan pelajaran Humor No 8 (anggap saja begitu) :
Saya dan Al melontar humor dalam gaya bahasa ini tanpa ekspresi alias datar saja, pantang untuk tersenyum apalagi ketawa ngakak, nah diperparah lagi Mursyida tanpa ekspresi dan beban melawan kami berbicara. Setiap ucapan kami yang bercanda tersebut bagi Mursyida perlu dijawab dengan serius. Inilah salah satu cara –cara berhumor yang komunikatif dan membuat yang menyaksikan tertawa lepas. Tentu lain ceritanya jika saya dan Al ikut tertawa ketika melawak ala Bahasa Indonesia Minang ini dengan Hanny misalnya, Hanny akan tahu kami kami sedang bercanda ujung-ujungnya dia akan bilang. ”alah tu Al..jaan bagarah juo ha”
Rina sempat bilang, apa karena nggak tahan menahan tawa atau kasihan melihat Mursyida ”Alah tu Ndi...bagarah juo jo Mursyida” Lah wong serius kok Rin..siapa yang bercanda, tu liat Mursyida..lebih serius lagi dari kami.(agiah taruih Al,,,,)
Seperti kata teman seangkatan Soni yang bernama Essi, pada saat pamer cakap antara Al, Jepe dan Mursyida dalam acara bertajuk ”Taragak Basuo” ucapkanlah kata-kata ini dengan tekanan dan tersenyum manis ”IYO LAWAK BANA”
Lagi Suntuk di Camp Jam 22.30 WIB, 30 Oktober 2008
Trackback(0)
|