Huriah Adam dilahirkan di Padang Panjang tanggal 6 Oktober 1936. Ayahnya Syeh Adam, B.B. Adalah seorang ulama yang mempunyai minat besar dan usaha yang nyata untuk mengembangkan kesenian didaerahnya. Kegiatan kesenian bahkan kemudian menjadi ciri dari keluarga Adam. Saudara-saudara Huriah Adam, yaitu Bustanil Arifin, Irsjad dan Achyar, Mengarahkan perhatian utamanya kebidang musik, sedangkan Huriah Adam sendiri bergerak paling banyak dibidang tari dan seni lukis.
Bagi Huriah, ayahnya adalah seorang pembuka jalan bagi pengabdiannya kemudian kepada seni. Meskipun dia seorang guru agama, tidak dipaksanya sang anak menekuni agama saja, bahkan sebaliknya, dia melihat bakat seni yang besar pada Huriah, maka dilengkapilah madrasahnya dengan pentas dan alat-alat musik.
Pada madrasah pimpinan ayahnya itulah Irsjad dinas di Padang Panjang dan Huriah berkembang melalui kegiatan tarinya semenjak ia duduk di sekolah rakyat. Kemudian ia mengikuti pula ruang-ruang pendidikan kesenian di Gedung Kebudayaan Sumatra di Padang Panjang, yang dipimpin oleh Angku Muhammad Sjafei, yaitu pendiri I.N.S. Kayutanam. Sejak itulah ia banyak menggali kekayaan tari Minang atas dasar gerak-gerak silat dan dengan bahan ini ia mengembangkan tari Minang, dengan menuangkannya kedalam komposisi-komposisinya.
Kegiatan-kegiatan Pusat Kebudayaan di Padang Panjang itu dilakukannya antara lain tahun 1947 dan 1958. Ini diselingi dengan satu masa pendek, yaitu dalam tahun 1953, dalam waktu masa ia mengikuti beberapa pelajaran di ASRI Yogyakarta, setelah ia lulus SMP di Padang Panjang pada tahun 1951. Tak lama ia tinggal di Yogya. Ia kembali lagi ke Padang Panjang dan kemudian menikah dengan Sdr. Ramudhin, seorang pemain biola. Namun kegiatan keseniannya tak terhenti karena pernikahan ini, demikian seterusnya, dengan dilahirkannya anak demi anak sampai lima orang, kesenian tetap menjadi lapangan pengabdiannya.
Kemudian dari tahun 1959 sampai 1968 ia menjadi anggota dari URRIL kodam III Sumatra Barat, disini ia bentuk grup sendiri. Pada masa pertikaian PRRI, ia dengan grupnya sering dikirim keberbagai daerah untuk mengadakan pertunjukan-pertunjukan. Ini adalah suatu hal yang agak luar biasa bagi masyarakat Minang, yang tadinya menganggap tidak pantas apabila wanita begitu bebas menyiarkan tari-tarian di depan umum. Namun Huriah tetap pada langkah yang telah diambilnya, apabila ia banyak mendapat sambutan baik dari pejabat-pajabat tinggi seperti almarhum Presiden Soekarno, almarhum Jendral Achmad Yani, keluarga Adam Malik.
Dalam masa tugasnya pada URRIL ia pernah pada tahun 1963 dikirim ke Jakarta, memimpin tim tari untuk meriahkan Ganefo. Huriah adalah seorang yang tak mau dikekang, ia selalu mau mengejar cakrawala-cakrawala yang lebih luas.
Pada waktu Padang Panjang dirasanya terlalu sempit, iapun terbang ke Jakarta pada tahun 1968. Disini ia bekerja sama dengan rekan-rakan dari berbagai latar belakang tari dalam suatu Bengkel Tari di Taman Ismail Marzuki. Dan juga pada waktu mengikuti Expo 1970 di Jepang, ia banyak mendapat pengalaman tari dan gagasan-gagasan baru dari Sardono W. Kusumo, seorang yang juga diakui sebagai guru. Sejak awal 1971 ia menjadi pengajar tari pada jurusan tari, Akademi Teater Tari, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) beberapa karya tari yang diciptakannya dalam masa terakhir tersebut adalah : Drama tari Malin Kundang dalam tiga edisi, J.I tahun 1969 di Jakarta, 1971 di Padangpanjang dan 1971 di Jakarta, dan tari-tarian pendek bernamakan tari Payung, tari Pedang, tari Rebana dan tari Sepasang Api Jatuh Cinta.
Adapun tari-tarian yang telah diciptakannya sebelum itu adalah tari Sapu Tangan, tari Lilin, Gadis Lembah, tari Nelayan, Nina Bobok, tari Pahlawan, tari Pembebasan, Sandang Pangan dan Berabah.
Yang terakhir ini, tari Berabah adalah yang paling disenangi, di anggapnya paling lengkap menunjukan dasar tari Minang tradisional dan sekaligus diolahnya sedemikian rupa sehingga membayangkan watak kegagahan dan kebebasan yang begitu merupakan cermin dari aspirasinya.
Gambaran mengenai Huriah Adam tidaklah lengkap apabila belum dicatat bahwa Huriah Adam disamping seorang penari dan pencipta tari yang terkemuka juga bermain musik terutama biola dan juga seorang pelukis serta pemahat. Bahkan ia berkeinginan untuk lebih banyak melukis dari pada yang sempat dilakukannya. Dalam seni pahat, karyanya yang menari adalah Patung Pembebasan di Bukit Tinggi.
Pada 10 Nopember 1971 pesawat terbang Merpati jurusan Jakarta –- Padang menghilang diatas Kepulauan Katang-Katang dan tak pernah ditemukan sampai dengan sekarang, begitu juga jenazah Huriah Adam yang menjadi penumpang dalam penerbangan tersebut.
***
(Dari Berbagai Sumber) Nama : Huriah Adam
Lahir : Padangpanjang, Sumatera Barat 6 Oktober 1936
Wafat : !0 Nopember 1971
Profesi : Koreografer Tari, Pengajar Tari di jurusan tari Akademi Teater Tari, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ)
Pendidikan : Sekolah Rakyat (SD) Padangpanjang, SMP Padangpanjang (1951), INS Kayutanam, ASRI Yogyakarta (tidak lulus) 1955 - 1957
Karya-karya : Tari Sapu Tangan, Tari Lilin, Tari Gadis Lembah, Tari Nelayan, Tari Nina Bobok, Tari Pahlawan, Tari Pembebasan, Tari Sandang – Pangan, Tari Piring, Tari Sekapur Sirih, Tari Gelombang, Tari Nerabah Tari Payung, Tari Pedang, Tari Rebana, Tari Sepasang Api Jatuh Cinta, Tari Sijundai, Sendratari Malin Kundang
Sumber : www.tamanismailmarzuki.com
Trackback(0)
|