Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Kaluak paku kacang balimbiang
Buah simantuang penggang-penggangkan
Anak dipangku kamanakan dibimbiang
Urang kampuang di petenggangkan
Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang

Benarkah Peran Sosial Wanita Minang Dalam Adat dan Budayanya Sebagai Wujud Kesetaraan Gender?
Written by hifni hfd   
Monday, 14 January 2008

Berbicara dari aspek sosial, manusia berada pada tempat yang sama, namun masing-masing mempunyai fungsi dan peran yang berbeda dalam kehidupan masyarakat. Dalam artikel ini, kita mencoba mengurai peran sosial wanita dalam kehidupan kemasyarakatan pada umumnya dan wanita minang pada khususnya. Dari aspek sosial dan hukum, sesungguhnya wanita secara kodrati, memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan fisik. Namun dimasa sekarang, akibat tuntutan kehidupan ekonomi yang semakin berat, tidak ada lagi batasan bagi wanita untuk melakukan tugas-tugas fisik. Demikian pula dalam kegiatan non fisik seperti; politik, ekonomi dan perdagangan. Peran non fisik inilah yang sering dituntut oleh para kaum wanita masa kni dalam kesetaraan gender. Apakah kesetaraan gender itu ? apakah sudah tidak membatasi hal-hal yang bersifat kodrati ? Sehingga saat ini kita dapat menyaksikan betapa kaum wanita sedemikian berpeluang apa saja, sudah melampaui hal-hal yang manusiawi dari diri seorang wanita, seperti menjadi wanita pegulat, wanita pesepak bola, bahkan di kota metropolitan Jakarta, menjadi sopir bush-way dengan syarat berpendidikan Strata 1 !. Yang lebih menyedihkan mereka menjadi tukang batu, kuli angkat, sebagaimana yang kita saksikan di pulau dewata „Bali“, dimana wanitanya menjadi kuli bangunan juga di ekploitasi untuk keperluan pemuas dahaga pria yang berkedok seni patung,  dll sebagainya.

 

 


“ Alam terkembang jadi guru”, demikian falsafah yang dianut etnis Minang - etnis besar yang ada di Indonesia. Falsafah ini sangat “unique”, sebagai panutan dan pelajaran hidup bagi manusia dan individu, dengan memetik suatu kejadian dari peristiwa dan proses alam. Saya bertanya, apakah wanita minang yang berkedudukan sebagai ‚ Bundo Kandung – limpapeh rumah nan gadang, mengalami hal serupa seperti yang diuraikan diatas, sehingga para kaum wanitanya telah meninggalkan jati dirinya sebagai makhluk yang disanjung oleh adat dan budayanya. Disini sebagai seorang wanita minang, saya merasa berbahagia atas perlakukan adat dan budaya yang menempatkan kami sebagai makhluk yang disanjung, dimana masyarakatnya meyakini benar bahwa wanitalah bermula dan paling pantas menerima peran sosial dalam mempertahankan kelanggengan adat dan budaya.

Simaklah pepatah yang memperlihatkan betapa, kaum wanita ditempatkan dalam kedudukan yang istimewa.

Bundo kandung limpapeh, rumah nan gadang
Umbun puro pegangan kunci
Hiasan didalam kampuang, sumarak dalam nagari


Dalam adat dan budaya Minang, agar kecintaan dan penghargaan kepada kaum wanita selalu hidup dalam jiwa kaum pria, adat menetapkan silsilah keturunan mengambil garis keturunan Ibu, yang disebut sistem matrilinial. Mengapa mengambil garis keturunan ibu ? Beberapa penulis mungkin sudah mengupas keunggulan dan kelemahan sistem matrilinial ini.

Namun seperti yang dikatakan oleh Puti Rhouda Thaib, seorang budayawan Minang saat ini, menyatakan bahwa „ mengamati sistem matrilineal baik dari segi konsepsi dan pelaksanaannya di dalam adat dan budaya Minangkabau, dapat diibaratkan seperti melihat sebuah kue donat. Jika terlalu dekat yang tampak hanyalah lobangnya saja, tetapi bila dilihat dengan "jarak" tertentu dan membandingkannya dengan yang lain, maka donat tampak sebagai sebuah kue yang berbeda dengan kue-kue lainnya. Tidak ada donat tanpa lobang, sebagaimana juga tidak ada suatu sistem yang tidak punya kelemahan, begitu juga sistem matrilineal. Karena "lobang" itu dianggap sebagai kelemahan, setiap orang merasa perlu untuk menutupnya dengan berbagai cara tanpa berusaha melihat kelemahan tersebut sebagai suatu kekuatan. Dari cara pandang seperti itulah kita  melihat sistem matrilienal yang terkandung di dalam adat dan budaya Minangkabau”.

Nach kembali  kepada judul artikel, apakah dengan pengambilan garis keturunan ibu serta menempatkan harta pusaka dan rumah gadang dibawah pengelolaan kaum wanita, akan dapat mewujudkan kesetaraan gender kaum wanita Minang dengan prianya ? benarkah peran sosial wanita minang dalam adat dan budayanya sebagai wujud kesetaraan gender ?

Klasifikasi peran manusia dalam adat dan budaya, terbagi jelas. Dalam kaitan dengan hubungan sosial kemasyarakatan, maka semua penerapan falsafah alam, undang-undang dan hukum, serta penentuan kepala masyarakat hukum adat yang disebut Penghulu dan Datuk, jelas-jelas dikuasai dan didominasi oleh kaum pria. Sedangkan penyelenggaraan sistem kekerabatan, pola pengelolaan harta pusaka, rumah gadang dan tata cara  pelaksanaan perkawinan dengan segala konsekwensinya terhadap pemberian peran kaum wanita dalam keluarga dilaksanakan oleh kaum wanita itu sendiri. Seandainya pengangkatan Penghulu dan Datuk itu didominasi oleh kaum pria, namun ternyata peran Bundo kandung sebagai limpapeh rumah nan gadang, tetap mempengaruhi dalam proses pengangkatan itu. Penghulu dan Datuk merupakan „sako’ yang diwariskan kepada kemenakan bukan kepada anak sendiri..!

Peran sosial wanita minang dalam kancah nasional saat kini, hampir tidak terdengar, selain peran sosial kekerabatan yang abadi, melekat kuat dalam adat dan budaya minang. Penyelenggataan sistem kekerabatan, wanita minang umumnya dilengkapi dengan dukungan ekonomi yang bersumber dari pengelolaan harta pusaka dan sebuah tempat kediaman yang disebut „rumah gadang”. Setiap harta yang menjadi pusaka selalu dijaga agar tetap utuh, demi untuk menjaga keutuhan kaum kerabat, sebagaimana diajarkan falsafah alam dan hukum adat. Harta pusaka mempunyai fungsi sosial yang berada dalam penguasaan kaum wanita.

Manfaat harta pusaka dalam sistem kekerabatan di Ranah Minang, yaitu :

a. penyelenggaraan mayat yang terbujur diatas rumah,
b. managakkan gala pusako,
c. Gadih gadang nak balaki,
d. Rumah gadang katirisan,

Yang semuanya perlu pembiayaan yang tidak terkira, apabila tidak dikelola dengan baik. Demikian pula fungsi rumah gadang. Yang semua dikelola oleh kaum wanita.

Dimanakah wanita Minang itu menguasai ranah domestik dalam adat dan budaya, sedangkan kaum pria tidak dapat ikut campur dalam ranah domestik tersebut.

Contoh : Peran induk bako dalam hubungan antara wanita minang dengan anak/keturunan saudara laki-lakinya (disebut dan anak pisang) yang memiliki hubungan emosional yang unik pula.

Pepatah mengatakan : „Induk bako bardaging tebal, anak pisang berpisau tajam.

Apa maksud pepatah ini ? Tidak lain adalah begitu besar peran kaum wanita dimata saudara laki-lakinya. Sehingga kaum wanita yang berkedudukan sebagai „ Bako” juga harus berperan sebagai pelindung bagi anak saudaranya, selain anaknya sendiri. Percayalah !  Niscaya tidak ada hubungan yang bekerlanjutan serupa ini, yang terjadi pada suku-suku lain di Indonesia.

Menurut sistem kekerabatan di Minangkabau, dalam hal tertentu, kaum wanita berperan sebagai atasan bagi kaum pria. Perhatikan peran induk bako seperti yang telah diuraikan diatas. Sebaliknya, kaum pria mempunyai kewajiban untuk membimbing anak saudara perempuannya yang merupakan kemenakan bagi kaum pria.  Dengan demikian seorang anak di Minangkabau mempunyai dua pelindung, yaitu perlindungan dari seorang “Ayah”  dan perlindungan dari seorang Mamak” seperti fatwa adat yang berbunyi :

Anak dipangku, kemenakan dibimbing
Anak dipangku jo pancarian,
Kamanakan dibimbing jo pusako.


Demikian pula peran  wanita dalam hubungan ipar dan besan, yang diatur dan ditata oleh kaum wanita. Kondisi-kondisi ini, menciptakan harmoni kehidupan, dimana wanita dan pria minang satu sama lain memiliki kedudukan yang sama, dan saling bergantungan,  sebagaimana mamangan yang berbunyi : „duduak samo randah, tagak samo tinggi”.    

          Dengan peran yang diberikan adat dan budayanya sebagaimana yang telah diuraikan diatas, maka wanita minang lebih memiliki rasa percaya diri, bila dibandingkan wanita dari suku bangsa di Indonesia lainnya. Kewajiban dan rasa socsialnya, dapat dikembangkan dan diamalkan sesudah kepentingan sendiri telah terpenuhi. Kaum Wanita Minang harus memperhitungkan kemungkinan yang akan dihadapi dalam bidang sosial kemasyarakatan. Kaum wanita harus mempunyai persiapan dalam perekonomian yang kuat, yaitu untuk menunaikan kewajiban sosialnya dalam keluarganya, sebab dalam hal ini ketentuan adat berlaku seperti :

Tak ada kayu jenjang dikeping
Tak ada air talang dipancung
Tak ada beras atahnya dikisik
Tak ada emas bungkal diasah


 Demikian kuatnya peran sosial kekerabatan yang diembannya, maka seandainya dalam kesetaraan gender, masih dipandang adanya perbedaan, antara peran sosial kaum pria dan kaum wanita, maka menurut hemat kami perbedaan itu bersifat fungsional. Seperti kenyataan alam yang kita lihat. Bahwa api menghasilkan panas, air dengan basahnya dan angin dengan hembusannya. Demikian pulalah dengan manusia. Fungsi dan perannya, akan saling berbeda menurut kodrat dan harkat yang diberikan alam kepadanya.

(Hifni H. Nizhamul SH).    

 

Trackback(0)
Comments (6)

hany said:

Ass. Wr. Wb.
Apakah kesetaraan gender itu ?
Apakah sudah tidak membatasi hal-hal yang bersifat kodrati ?
Iko pertanyaan yg memang terjawab dengan tulisan ibu ini. Sungguh suatu tulisan yang menggugah hati hany, dimana ibu Hifni Hfd telah mengupas masalah itu yang didasari adat dan budaya minang. Hany sungguh salut , tapi mungkin Ibu kalau bisa ibu juga mengganggkat contoh masalah kesetaraan yang riil yang patut dan pantas bagi seorang wanita. Apakh wanita/seorang istri dg kesetaraan tersebut dapat scr bebas tanpa kendali suami. Kita mempunyai peran ditempatkan oleh pada posisi penentu kesuksesan umat manusia dihadapan ALLAH.
Salam hormat buat ibu mdh2 usulan hany tadi bisa hany baca dalam wadang urang awak ini. AMin
Wass. Wr. Wb.
Hany
 
report abuse
vote down
vote up
January 14, 2008
Votes: +0

alfhia said:

Masyarakat Minangkabau tidak hanya dikenal sebagai masyarakat dengan sistem kekerabatan matrilineal (keturunan dari garis ibu) tetapi juga matriakat, dimana kekuasan dipegan oleh perempunan, dimana adat merupakan instrumen perlindungan tehadap nilai-nilai kemanusian (humanisme) yang pada akhirnya terinternalisasi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, sehingga posisi perempuan Minangkabau telah di muliakan sejak alam Minangkabau “ta kambang” (mulai ada), secara hukum adat Minangkabau memberikan porsi warisan dan kepemilikan harta pusaka terhadap perempuan. Namun sejatinya ada Bias dalam pemaham Gender di ranah minag krena, posisi tinggi yang dimiliki oleh perempuan Minangkabau hanya lah “posisi imajinasi”, karena pada kenyataanya adat minangkabau, walaupun menganut sistem matrilineal tetapi sistem kekuasanya tidak materiakat, baik kekuasan formal maupun non formal masih didominasi oleh kelompok laki-laki, sebagai contoh mamak memimpin dalam rumah tangga saparuik (se-ibu), kemudian Datuk memengan kekuasan dalam wilayah satu kaumnya, oleh karena itu cita-cita ideal adat Minangkabau yang menempatkan perempuan diposisi yang tinggi masih bias dan terdistorsi.
sejauh yang saya ketaui, insitusi Bundo Kandung tidak memiliki peranan dalam pengambilan keputusan adat, karena Bundo Kandung tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mengambil kebijakan, disinilah sebenarnya ambiguitas posisi Bundo Kandung perlu dipertanyakan kembali, apakah benar emansipasi perempuan telah ter-akomadasi dalam sistem adat Minangkabau secara subtansial, atau memang perempuan Minagkabau masih berada dalam sub-ordinasi laki-laki, selama kepemimpinan Bundo Kandung dalam Rumah Gadang masih berada dalam artian simbolisasi kekuasan yang tidak memiliki kebijakan maka selama itu pula perempuan minang kabau hidup dalam Imajinasi kesetraan.
allah SWT lebih mengetahui.
wassalam
 
report abuse
vote down
vote up
January 15, 2008
Votes: +0

Rajo Kaciek said:

ambo setuju dengan pendapat Angku Alfhia. Kesetaraan gender yang diberikan kepada kaum wanita di minang kabau tidak lain hanya sebagatas tanggung jawab. Bukan dari sisi peran. Betapapun keistimewaan yang diberikan kepada kaum wanita hanya dalam pengelolaan rumah tangganya dan kerabat. Tidak merambah kepada peran sosial secara keseluruhan. Memang benar peran Datuk dan Mamaklah yang menguasai kehidupan sosial di minang kabau.
Dengan tulisan ini, kita memang harus membuka diri bahwa wujud kesetaraan gender ini, ternya bukan sesuatu yang istimewa. Namun jika dibandingkan dengan wanita di suku bangsa lain. wanita minang bolehlah berbangga hati
 
report abuse
vote down
vote up
January 15, 2008
Votes: +0

ktm said:

Partamo sakali ambo mengucapkan terima kasih dan rasa bangga dengan tulisan uni Hifni yang telah membahas tentang kesetaraan jender diminangkabau yang diselaraskan dengan ajaran Islam. Tulisan ini saya pikir cukup menarik dan perlu disikapi secara baik, sekali lagi terima kasih ni Hifni.
Dari tulisan ini akan terkuak bagaimana fungsi dan kedudukan Bundo kanduang diMinangkabau menurut ajaran Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah serta aktualisasinya dari dahulu dan sampai saat ini.
Barangkali tulisan ini sangat bagus untuk memotivasi kita sebagai orang minang agar dapat sama- sama kembali dapat mempelajari dan memahami Ajaran Adat serta kedepan dapat mewariskan secara baik kepada anak kemanakan kita.
Secara pribadi saya berharap tulisan-tulisan seperti ini terus dapat dikembangkan. akhirnya saya mohon maaf jika ada yang tidak berkenan.
 
report abuse
vote down
vote up
January 15, 2008
Votes: +0

hany said:

Kesetaraan gender yang sudah ada di minang kabau bukanlah hanya sebatas tanggung jawab sj, Wanita minang slalu diberikan peran dan tg jawab. Wanita Minang beran dalam membimbing, mendidik,membina dan ikut memotivasi kreatifitas anak. Juga berperan dalam mdorong suami agar memperoleh tempat yg pantas. Wanita minang juga harus juga berperan dlm control sosial di masyarakat, dan semuanya itu tentu harus dilaksanakn dengan penuh tanggungjawab untuk kebaikan dan krn ALLAH, Jadi wanita minang tidak hanya dituntut tg jawab saja tetapi juga diberi kesempatan untuk berperan sbg Bundo Kanduang.
 
report abuse
vote down
vote up
January 16, 2008
Votes: +0

alfhia said:

membahas persoalan gender ianya merupakan satu yang kompleks serta menarik bagi pengiat sain sosial. Melanjutkan diskusi dari komentar YTH Rajo Kaciek, ada hal lain yang sebenarnya telah membuat peranan bundo kandung semakain terpingirkan dari dinamika sosial, persoalanya lahir dari struktur kekuasan, dimana UU no 5 tahun 1979 diberlakukan oleh pemerintahn Orde baru serta didukung oleh Peraturan pemerintah daerah (PERDA) Sumatra Barat pada tahun1982 telah dengan sadar memasung sistem pemerintahan adat dalam sistem pemerintahan birokrasi negara (baca:desa) sehingga lahirlah kerapatan Adat Nagari (KAN), Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) serta insitusi Bundo Kandung, dengan nyata membawa posisi perempuan Minangkabau pada posisi subordinasi kekuasan, dimana peran-peran strategis Bundo Kandung dihilangkan yang tertinggal hanyalah Bundo Kandung sebagai pelengkap, perhiasan dalam acara-acara adat, penyamput tamu negara dll. Melemahnya peranan Buno Kandung yang disebakan oleh dominasi kekuasaan, menjadikan Bundo Kanbung kehilangan eksitensi dalam proses pemerintahan di Minangkabau, dimana awalnya Bundo Kandung selalu kritis terhadap pemerintahan, sekarang keberadanya tidak lebih hanya sebagai alat legitimasi kekuasan serta perhiasan dalam nagari.....
wassalam..
 
report abuse
vote down
vote up
January 16, 2008
Votes: +0

Write comment
You must be logged in to a comment. Please register if you do not have an account yet.

Last Updated ( Wednesday, 23 January 2008 )
 
< Prev   Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 5 guests and 3 members online
Powered By PageCache
Generated in 1.31097 Seconds