Home
Daftar Anggota
Galleri
Resep
Restoran Minang
Games
Download
Kamus Minang
Chat
Bursa Iklan
Radio Online
Weblink
SPTT Cimbuak
Cimbuak Toolbar
Menu Situs
Berita
Artikel
Prosa
Tokoh Minang
Adat Budaya
Agama
Kolom Khusus
Pariwisata
Berita Keluarga
Giring2 Perak
Berita Yayasan
Pituah

Manjago aia muko
Hiasan nan ndak bapunyo
Samo rancak jo basyukur
Nan jadi hiasan sanak nan lai
Milis Minang
Rantaunet
Surau
Aktivis Minang
Media Padang
PosMetro Padang

Tafsir Pantun Minang (9) : Pantun Adat
Written by Dr. Darwis SN St.Sati   
Wednesday, 12 September 2007
Article Index
Tafsir Pantun Minang (9) : Pantun Adat
Page 2
Page 3
Page 4
Page 5
Page 6
Page 7
Page 8
Page 9
Page 10
Page 11
Page 12
Page 13
Page 14
Page 15
Page 16
Page 17
Page 18
Page 19
Page 20

Image Kaluak paku kacang balimbieng,
Tampuruang lenggang-lenggangkan.
Anak dipangku kamanakan dibimbieng,
urang kampuang dipatenggangkan.


Artinya :

Keluk pakis kacang belimbing,
Tempurung lenggang-lenggangkan.
Anak dipangku kemenakan dibimbing,
Orang kampung dipatenggangkan.

Tafsir sampiran :
    Kaluak paku kacang balimbieng, tampuruang lenggang-lenggangkan. Yang dimaksud dengan paku disini adalah pakis yang biasa digulai untuk pemakan nasi. Paling enak gulai pakis itu dicampur dengan udang. Akan tetapi dizaman dulu, udang itu termasuk barang mewah, sehingga gulai paku biasa dicampur dengan maco terubuk. Batang pakis yang besar yang biasa dibuat rending, biasa dipetik sebelum daunnya mekar, pada waktu itu terlihat bagian ujungnya berkeluk (menggulung). Inilah yang dimaksud dalam pantun ini dengan “kaluak paku”. Sedangkan kacang balimbieng adalah nama tanaman kacang-kacangan yang juga biasa untuk gulai.
    Tempurung, adalah tempurung kelapa, yang dizaman dahulu juga dipakai untuk pengganti gelas atau mangkuk dan juga biasa dipakai pada tarian dalam acara kesenian. Dalam kedua penggunaan itu tempurung memang biasa dilenggang-lenggangkan.

Tafsir isi pantun :
    Anak dipangku kemenakan dibimbing, urang kampuang dipatenggangkan. Salah satu aturan atau adat Minang yang bersifat matriarchat, dimana suku atau farm satu keluarga adalah berdasarkan ibu, bukan ikut bapak. Maka seorang lelaki Minang, tidak saja harus “memangku” anaknya sendiri, tetapi juga harus “membimbing” kemenakannya
Selanjutnya dia juga harus mempertenggangkan orang kampungnya atau masyarakat.
Aturan adat yang ditentukan oleh pantun ini, menjelaskan tingkatan-tingkatan kewajiban , antara yang paling utama adalah memangku, lebih rendah dari itu membimbing dan lebih rendah lagi mempertenggangkan. Ada dua pengertian pokok dalam aturan ini:
1.    Pengabdian kita dalam menempuh kehidupan didunia ini, yang lebih diutamakan dulu adalah anak, kemudian kemenakan, sudah itu baru orang lain (masyarakat). Jangan sampai dibalik.
2.    Walaupun dengan tingkatan yang berbeda-beda, namun haruslah diusahakan agar
keberadaan kita itu dirasakan oleh semua orang, kalaupun tidak dengan materi ,namun sekurangnya dengan petunjuk, nasehat dan sebagainya. Ini sejalan dengan ajaran agama :  “Rahmatan lil alamin”. Dalam Al-Qur’an juga diibaratkan dengan
kehidupan sebatang pohon, dimana tiap bagian dari pohon itu tidak saja bermanfaat untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk seluruh alam.
    Disamping hal yang disebutkan diatas, ketentuan adat Minang yang juga terkandung dalam pantun ini membuktikan pula kebenaran dari ketentuan yang lebih bersifat umum yaitu : “Adat basandi syarak”. Ketentuan adat Minang yang menganut system famili matriarchat, dimana keturunan seorang pria tidak termasuk kepada farmnya sendiri, namun dalam pantun ini kedudukan anak tetap lebih tinggi dari pada kemenakan.
Dengan menyatakan : anak dipangku, kemenakan dibimbing.



 
Next >




Member Area
Status Radio
Radio Online Minang
Yayasan Palanta Cimbuak
Yayasan Palanta Cimbuak
Dari Awak, Oleh Awak, Untuak Kampuang
Nio berpartisipasi? Silakan klik disiko
Cimbuak Features

Cimbuak Chat


Cimbuak Chat


Free Email


Free Email
Yayasan Cimbuak
Situs Terbaik
Online Sekarang
We have 7 guests and 10 members online
Powered By PageCache
Generated in 6.93769 Seconds